Opini

GP Ansor dan Tantangan Masa Depan

Sabtu, 9 April 2005 | 04:17 WIB

Bismillahirrohmanirrohim

Oleh Prof. Dr. KH. Said Agil Siradj, MA.

<>

Salah satu kenikmatan "Tuhan yang patut disyukuri adalah kondisi kita sebagai bagian masyarakat Indonesia yang diberi kernampuan untuk menjaga kebersamaan dan komitmen. Perbedaan suku, agama, bahasa, demografis, kultur adalah potensi manusia yang memerlukan pengelolaan secara arif dan bijaksana. Dalam konteks inilah kita patut berbangga atas eksistensi Gerakan Pemuda Ansor, sebuah wadah pernuda Nahdlatul Ulama dalam berkreasi dan berinovasi untuk agama dan negara.

Kiprah GP Ansor dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah tidak terbantahkan. GP Ansor memang lahir untuk diproyeksikan sebagai wadah berkiprah dan pengabdian secara konkret, baik kepada agama, negara, alien ulama, pesantren, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah. Inilah yang membedakan GP Ansor dengan organisasi-organisasi kepemudaan lainnya. Maka dalam konteks sekarang ini, apakah kebutuhan GP Ansor dalam kerangka menjaga eksistensinya di tengah tuntutan masyarakat yang semakin tinggi?

Kita harus memahami bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai spesifikasi tersendiri, yaitu realitas kemajemukan bangsa; mulai dari suku, agama, budaya, bahkan ideologi. Keberhasilan para founding fathers membangun bangsa Indonesia setidaknya saat ini telah membuktikan bahwa pluralitas sebuah bangsa bukanlah faktor krusial yang dapat menghalangi tegaknya sebuah nation. Persoalan selanjutnya yang tidak kalah urgent adalah mengelola negara-bangsa ini dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). GP Ansor telah berperan besar dalam menjaga NKRI dengan segala bentuk spesifikasinya. Sekarang yang perlu diformulasikan kembali adalah meneguhkan identitas GP Ansor sebagai organisasi kepemudaan Nahdlatul Ulama yang siap menghadapi era sistem dunia yang global, era liberalisasi ekonomi, era transformasi budaya dan era keterbukaan ideologi, tanpa harus memposisikan diri sebagai `kaki tangan' pihak eksternal yang dapat mengancam agama dan negara.

Berangkat dari harapan ini, ada beberapa prinsip yang perlu diaktualisasikan dalam diri GP. Ansor, pertama, menumbuhkembangkan semangat pluralis (ruh al ta'addudiyyah), yaitu semangat untuk hidup kompetitif, dinamis dan energik di tengah keragaman bangsa dalam sebuah ikatan nation. Nabi Muhammad memahami kemajemukan sebagai sebuah potensi yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memperkokoh sebuah bangsa. Komunitas Madinah yang terbentuk di masa Nabi Muhammad adalah sebuah komunitas yang berlandaskan konstitusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai pluralitas. Piagam Madinah sangat melindungi dan menjaga keragaman agama, budaya, etnis dan ideologi. Maka Piagam Madinah menjelma menjadi sebuah konstitusi yang berbasis kebangsaan.

Kedua, semangat religius (ruh al-tadayyun), yaitu mengembalikan umat manusia kepada substansi ajaran agama, sehingga tercipta visi agama yang damai (Islam), ramah, sejuk dan penuh marhamah. Pada masa Nabi Muhammad Saw, ruh al-tadayyun sangat kental terasa dan masyarakat Madinah sangat menikmatinya. Pola keberagamaan yang dipraktikkan Nabi Muhammad Saw di Madinah sangat menarik. Contoh, ketika Nabi Muhammad mendengar ada penduduk Madinah beragama Yahudi terbunuh, beliau memobilisasi dana masyarakat untuk membantu meringankan beban keluarganya seraya menegaskan, "Barang siapa yang membunuh non-muslim, maka ia berhadapan dengan saya". Di lain waktu, Nabi Muhammad saw bangkit dari tempat duduknya saat jenazah orang Yahudi lewat di depannya.

Ruh al-tadayyun selalu mengutamakan pemecahan atas suatu rnasalah dibanding sanksi hukum. Sehingga masyarakat Islam selalu dinamis dalam upaya pemecahan masalah kemasyarakatan dan melepaskan diri dari jeratan sanksi hukum. Maka melalui nilai ruh al-tadayyun ini diharapkan tumbuh subur makna saling menghormati dalam suasana penuh kedamaian dan kesejukan: Islam pun akan muncul sebagai agama yang kaffah

Ketiga, semangat nasionalis (ruh al-wathaniyyah), yaitu pengakuan atas kond


Terkait