Opini

Dosa Spekulan Pasar dan Ekonomi Indonesia

Kamis, 6 September 2018 | 14:15 WIB

Oleh Muhammad Syamsudin

Ekonomi dunia tengah mengalami pelemahan akibat menurunnya nilai tukar mata uang mereka di perdagangan global. Tidak hanya Indonesia, beberapa negara tetangga pun juga mengalaminya. Malaysia sudah lebih dulu dibanding Indonesia. Myanmar, Turki, Tunisia, Swedia, bahkan Rusia juga ikut terkena imbas inflasi. Yang paling parah terkena efeknya adalah mata uang Turki—Lira—yang mengalami pelemahan sebesar -38,09%. Rupiah sendiri tercatat mengalami pelemahan sebesar -7,6%. Masih jauh lebih kecil dibanding Turki atau beberapa negara lain yang terimbas. Efek kecil ini tidak bisa lepas dari cadangan devisa berupa mata uang dolar yang dimiliki oleh Indonesia masih sebesar USD 118,3 miliar. 

Pergerakan angka dolar yang terus merangkak naik - dengan nilai terakhir tercatat Rp. 14.900-an per US Dolar minggu ini, secara tidak langsung menjadi ajang yang menarik bagi para spekulan dolar di spread market (pasar langsung dan berjangka). Mereka berlomba-lomba untuk melakukan aksi jual atau aksi borong terhadap dolar guna mengais keuntungan nilai tukar. Inilah sebenarnya yang menjadi penyebab utama merosotnya nilai tukar rupiah terhadap US Dolar akhir-akhir ini, meskipun bukan satu-satunya. 

Setidaknya ada dua sebab utama mengapa rupiah menjadi ringkih di perdagangan valas (valuta asing). Pertama adalah disebabkan karena belanja negara yang masih banyak tergantung pada mata uang asing, terutama US Dolar, dan kedua adalah disebabkan arus tarik dan borong para spekulan pasar yang berpengaruh terhadap arus masuk dan arus keluar cadangan devisa negara.

Sebagaimana diketahui, kebutuhan terhadap arus masuk dan arus keluar valas dalam belanja negara didapat dari hasil ekspor-impor barang serta investasi. Ketiganya ini memainkan peranan yang sangat penting. Ibarat kombinasi antara pedal gas – kopling – rem pada kendaraan.

Dengan ekspor, negara dapat mendapatkan devisa. Semakin gencar negara melakukan ekspor, semakin banyak arus masuk devisa ke brankas negara. Dengan impor, sebuah negara terpaksa harus mengurangi cadangan devisanya disebabkan ia harus memakai cadangan devisa itu untuk keperluan belanja. Sudah barang pasti, kalau belanjanya di Malaysia, maka mempergunakan Ringgit, dan apabila di Amerika, maka belanjanya harus menggunakan US Dolar.

Dan karena mata uang merupakan bagian dari yang diperdagangkan sebagai wujud kepercayaan pasar, maka juga berlaku hukum ekonomi padanya. Jika cadangan devisa negara minim kondisinya, maka nilai tukar uang asing beranjak naik terhadap rupiah, disebabkan karena kebutuhan negara untuk belanja (impor). Sebaliknya, bila cadangan devisa negara besar, maka nilai tukar uang asing beranjak turun terhadap rupiah, disebabkan kebutuhan negara yang memiliki mata uang tersebut untuk ditarik kembali ke negaranya guna memenuhi kebutuhan harian negara yang membutuhkan eksistensinya di dalam negeri. 

Faktor pemicu yang dapat mempengaruhi ekspor dan impor adalah keberadaan regulasi pasar. Bila suatu negara menaikkan beban suku bunga dan bea cukai dalam negeri terhadap produk impor, maka otomatis arus masuk devisa ke dalam brankas negara menjadi kecil. Sudah pasti negara yang hendak mengimpor barangnya masuk ke Indonesia (misalnya), akan berpikir ulang karena berbagai bea yang harus ditanggungnya sehingga memperkecil keuntungan. Melonggarkan regulasi berpengaruh terhadap ketahanan produk dalam negeri yang bisa kalah bersaing dengan produk impor. Simalakama bukan?

Itulah sebabnya perlu langkah pengendalian. Kembali diibaratkan sebuah mobil, impor adalah layaknya rem, sementara investasi adalah pedal kopling, dan ekspor adalah pedal gas. Jika mengendarai mobil isinya hanya menekan pedal gas terus, maka kita tak terbayang bagaimana jadinya pengemudi dan kendaraan ketika berada di sebuah jalur tikungan berkeluk tajam yang menghendaki kombinasi permainan gas-kopling dan rem. Jika pada jalur lurus sih tidak masalah. Padahal dalam dunia pasar, tidak dikenal istilah jalanan yang lurus. Jalan yang ditempuh cenderung berliku dan berkelok-kelok serta menanjak.

Untuk itu, perlu kearifan dari pengemudi kapan saat menekan gas ekspor, dan kapan saatnya menekan kopling investasi atau bahkan menginjak rem impor. Semua itu melahirkan dilema bagi pemerintah selaku pengendali laju perekonomian negara. Dan ibarat seorang atlet balap profesional, pemerintah memang harus tetap “fokus” pada menjaga stabilitas laju kendaraan yang dikendalikannya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu regulasi yang ditetapkannya serta jalur yang harus dilewati. Sikap kearifan pengemudi ini dapat membuat nilai tukar rupiah menjadi hedged (terkendali). Sudah barang tentu, keberadaan cadangan devisa negara menjadi mutlak harus diperhatikan.

Namun, dewasa ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah tidak mutlak sebagaimana yang sudah kita jelaskan di atas yang berkutat pada ekspor-impor dan investasi. Tantangan terberat adalah pada mengendalikan kaum spekulan pasar. Kaum spekulan ini merupakan pihak perorangan atau kelompok yang turut mempengaruhi arus borong atau jual valuta asing (valas) ke luar negeri demi meraup keuntungan yang besar dengan memanfaatkan momen turbulensi/goncangan yang terjadi pada nilai tukar mata uang suatu negara terhadap valas tertentu. Apalagi dewasa ini telah bermunculan banyak broker yang menjadikan barier ekonomi menjadi semakin tipis.

Tentu pembaca masih ingat dengan kupasan kita tentang spekulasi di pasar berjangka, bukan? Padahal, dalam realitanya, masih ada beberapa pasar lain yang turut serta melibatkan pertukaran valas. Ada pasar tenaga kerja, pasar barang, pasar uang, pasar modal dan pasar luar negeri. Namun dari kelima itu, yang paling sulit dikendalikan adalah pasar modal yang dewasa ini sudah merambah dunia maya.

Asal-asalnya, pasar modal dimanfaatkan oleh perusahaan swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mencari modal dengan jalan berjualan efek dalam bursa efek atas efek yang diterbitkan, berupa surat hutang (obligasi), saham, warranty dan berbagai jenis efek lainnya. Namun, saat ini, muncul istilah pasar modal berjangka yang menawarkan kemudahan pertukaran tersebut lewat situs broker terhadap sejumlah portofolio ditawarkan, yang terdiri atas sejumlah komoditas, seperti minyak bumi, emas, kopi, dan lain sebagainya. Akibatnya, pasar berjangka (futures market) ini memberikan peluang terjadinya nilai tukar bebas mengambang di nilai (capital fly). Apa efek dari keberadaan nilai tukar mengambang di nilai ini?

Dalam pasar berjangka, pergerakan valas terjadi dalam setiap detiknya, tanpa menunggu menit. Pada saat bersamaan, bila terjadi kebutuhan pemerintah untuk melakukan impor barang, sehingga terpaksa harus memakai cadangan devisa yang dimilikinya, tiba-tiba terjadi aksi jual dolar oleh spekulan ke negara yang dituju. Misalnya, Indonesia mengambil devisa berupa dolar untuk berbelanja kebutuhan impor gandum ke Amerika. Karena nilai tukar rupiah terhadap dolar dipengaruhi oleh kondisi dolar di Amerika, maka supply dolar dari Indonesia ke Amerika lewat spekulan pasar berjangka ini dapat berakibat pada menguatnya dolar di negara tersebut sehingga menjadikan rupiah menjadi anjlok. 

Kita buat ilustrasi sebuah neraca dengan kedua tuasnya dengan penumpu di tengah. Rupiah berada di tuas kiri dan dolar di tuas kanan. Dalam kondisi rupiah mengalami penguatan sehingga ia lebih berat kedudukannya dibanding dolar, tiba-tiba mata uang dolar ada yang turut menambahkan beban di tuasnya. Akibatnya, bila beban itu banyak, maka yang semula rupiah berada di sisi tuas yang berat, tiba-tiba karena dolar mendapatkan tambahan beban sehingga terdongkrak naik nilai tukarnya, berakibat menjadi anjloknya rupiah di mata dolar. Bayangkan bila peluang seperti ini didapatkan oleh spekulan! Dalam waktu semalam, rupiah bisa merosot tajam seketika. Ironisnya, negara manapun saat ini belum bisa mengendalikan aksi spekulatif para spekulan ini. Fakta riel penyebabnya adalah keberadaan sistem broker yang hingga detik ini telah bertebaran di dunia maya.

Untuk Anda yang sering berdagang lewat pasar berjangka ini, pikirkanlah efek yang Anda berikan terhadap negara! Sadar atau tidak, hingga detik ini telah diputuskan bahwa sistem perdagangan berjangka (futures) ini adalah haram bila dilakukan oleh individu, namun boleh dilakukan oleh negara atau perusahaan besar swasta nasional sebagai langkah pengendalian. Ketidakarifan Anda berakibat dosa yang tidak hanya berdampak buruk pada satu atau dua orang, melainkan dosa ke seluruh warga negara. Kira-kira bagaimana cara Anda akan meminta maaf ke seluruh individu warga negara? Teringat sebuah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Dzar dan Muadz bin Jabal:

اتق الله حيث ما كنت وأتبع السيئة الحسنة تمحوها

Artinya: “Bertakwalah kamu kepada Allah di mana saja anda berada. Iringilah perbuatan burukmu dengan perbuatan yang baik sebagai peleburnya!” (Hadits hasan riwayat Al-Tirmidzy) 

Wallahu a’lam bish shawab!


Penulis adalah egiat Kajian Fiqih Terapan


Terkait