Oleh Muhammad Syamsudin
Hingga detik ini, produk deposito di perbankan konvensional masih menjadi primadona masyarakat yang ingin berinvestasi disebabkan keunggulan yang dimilikinya dalam menawarkan capital gain (keuntungan modal bagi nasabah) bagi nasabahnya. Keuntungan yang ditawarkan oleh produk ini adalah sejurus lebih tinggi dibandingkan produk tabungan biasa. Keunggulan lain dari deposito adalah resiko keamanan dana investasi nasabah yang lebih tinggi dibanding produk perbankan yang lain. Tentu saja dalam hal ini akan lebih menarik minat nasabah yang menginginkan investasi tanpa resiko.
Dalam beberapa hal, deposito menjadi salah satu instrumen penyimpanan dana yang aman karena dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Produk yang berlaku dalam deposito adalah dicirikan jaminan keamanan uang pokok simpanan nasabah. Dalam situasi suku bunga perbankan turun sekecil apapun sehingga nilai keuntungan yang didapat nasabah juga kecil, dana pokok simpanan nasabah ini akan dijamin aman oleh perbankan. Kekurangan dari deposito ini barangkali adalah karena dana pokok ini tidak bisa diambil sewaktu-waktu. Ia memiliki tenggat tempo yang ditetapkan oleh perbankan sesuai dengan pilihan dan minat nasabah.
Namun tahukah anda, bahwa ternyata pergerakan suku bunga deposito ini dipengaruhi oleh pergerakan bank itu sendiri? Apapun jenis banknya, baik itu bank konvensional maupun bank syariah, seluruh kebijakan penetapan bunga depositonya, baik yang ditetapkan melalui sistem mudlarabah (bagi hasil) atau dengan penetapan suku bunga, adalah seluruhnya dikendalikan oleh pergerakan bank itu sendiri. Dan tahukah anda bahwa semua pergerakan perbankan di dunia ini memiliki muara kendali di The Federal Reserve (Bank Sentral Amerika) yang bermarkas di Amerika Serikat sana disebabkan pergerakan mata uang dolar?
The Federal Reserve merupakan bank tertua di Amerika Serikat yang didirikan oleh Konggres Amerika pada tahun 1913 – hampir seusia Javanese Bank yang menjadi cikal bakal Bank Indonesia (BI). Ia memiliki susunan Dewan Gubernur yang terdiri atas 7 orang dengan masa jabatan 14 tahun. Khusus untuk Ketua dan Wakil Ketua hanya memiliki jabatan selama 4 tahun dan jabatan ini ditentukan dan ditunjuk oleh Presiden AS. Meskipun demikian, untuk susunan Dewan Gubernur, seluruhnya harus mendapat persetujuan dari Senat Amerika.
Istimewanya The Federal Reserve - atau yang biasa dikenal sebagai The Fed saja - adalah terletak pada sifat independensinya. Semua kebijakan yang diterapkan oleh The Fed, tidak harus mendapatkan ijin dan disetujui oleh Presiden AS. Berangkat dari sini, maka dapat dibayangkan bahwa The Fed sangatlah independen. Ia hanya memiliki kewajiban melayani evaluasi kinerja yang dilakukan oleh Konggres AS.
Sebagai bank tertua di Amerika, The Fed membawahi seluruh perbankan yang ada di Amerika. Jadi, The Fed ini ibarat BI-nya Amerika. Bedanya, ia memiliki 12 cabang perusahaan yang tersebar di seluruh kota-kota besar dunia. Untuk pengelolaannya, The Fed membentuk FOMC (Federal Open Market Committee). Dari sinilah, situasi moneter dan kebijakan fiskal Amerika ini ditentukan. FOMC berperan penting dalam penetapan kebijakan suku bunga. Melalui penetapan suku bunga, The Fed mempunyai wewenang mengelola semua kondisi moneter AS.
Lantas di mana letak pengaruh The Fed terhadap pergerakan perbankan dunia?
Untuk mengetahui letak keberpengaruhan The Fed terhadap pergerakan perbankan di seluruh dunia, kita harus mengetahui dulu instrumen kebijakan yang dimiliki oleh The Fed. Setidaknya ada tiga instrumen yang dikuasai oleh The Fed ini dalam mengelola kondisi moneter Amerika Serikat.
Pertama, melalui operasi pasar terbuka. Melalui operasi pasar ini, The Fed memiliki kendali penuh bisa menjual atau membeli surat hutang negara di pasaran finansial. Dengan kemampuan ini, The Fed memiliki hak penuh menguasai seluruh sistem finansial perbankan yang menjadi anak-anaknya. Layaknya BI yang menguasai seluruh tajuk perbankan di seluruh Indonesia. Dengan kebijakan ini pula, The Fed memberikan regulasi jumlah kredit dan penetapan suku bunga perbankan di Amerika. Sama persis dengan BI bukan? Lantas, mengapa The Fed sampai menjadi rujukan kaum spekulan pasar modal? Untuk menjawab ini, terlebih dahulu kita sajikan instrumen kedua dari The Fed dalam mengelola kondisi moneter Amerika Serikat.
Instrumen kedua The Fed dalam mengendalikan kondisi fiskal Amerika adalah ia memiliki wewenang menentukan buang diskonto (discount rate) Amerika. Buang diskonto atau yang biasa disebut tingkat diskonto adalah sebuah istilah umum untuk bunga yang dibayar di muka yang merupakan suku bunga yang dihitung pada aliran kas masuk di masa mendatang (future cash flow) guna mendapatkan nilai sekarang (net present value) dari suatu proyek investasi. Pemilihan tingkat diskonto (tinggi rendahnya suku bunga) merupakan refleksi dari risiko suatu investasi/proyek. Inilah sebabnya, untuk semua produk perbankan yang mengatasnamakan investasi berisiko atau tidak, selalu dipengaruhi oleh kebijakan penetapan buang diskonto ini. Jika di Indonesia, tingkat diskonto ini ditetapkan oleh BI sebagai induk dari seluruh perbankan Indonesia. Namun untuk Amerika, ia ditetapkan oleh The Fed.
Bagaimana The Fed menjadi rujukan kaum spekulan pasar modal?
Kondisi Ekonomi sebuah negara adalah bergantung pada tiga faktor penting, yaitu ekspor, impor dan investasi. Dan termasuk salah satu faktor penting perbaikan kondisi negara adalah keamanan iklim investasi. Jika iklim investasi di suatu negara aman, maka akan banyak investor yang masuk ke negara tersebut sehingga menghasilkan cadangan devisa disebabkan regulasi bahwa transaksi di suatu negara adalah sah jika menggunakan mata uang negara tersebut. Dengan banyaknya modal asing yang masuk, maka daya tukar mata uang sebuah negara menjadi naik. Bahkan, dalam iklim investasi yang menjanjikan keuntungan yang besar, mata uang sebuah negara bisa menjadi primadona bagi para investor ini.
Kegiatan investasi di pasar modal adalah dikendalikan oleh para spekulan pasar. Keputusan spekulatif yang mereka lakukan acapkali berpedoman pada potensi nilai tukar mata uang ini di pasaran global. Oleh karena dolar telah menjadi salah satu alat transaksi perdagangan dunia, dan berhasil mendominasi seluruh pasaran dunia, dan karena dolar nilai kepercayaannya berhubungan erat dengan kebijakan investasi dan rasio suku bunga yang ditetapkan oleh The Fed, maka jadilah kemudian dolar menjadi sumber utama yang paling dicari dan dilihat oleh kaum spekulan. Setiap gerak-geriknya selalu menjadi incaran. Khususnya FOMC dan The Fed. Bahkan, kaum spekulan sampai rela menunggu dan menongkrongi informasi terkait hasil rapat dari FOMC dan The Fed ini. Mengapa demikian? Karena setiap keputusan rapat yang dikeluarkan oleh mereka, kemudian diaplikasikan ke The Fed dan kemudian mewujud pada penetapan rasio suku bunga investasi di Amerika, akan memiliki sebuah gelombang longitudinal terhadap semua nilai tukar uang negara-negara di dunia terhadap dolar.
Apabila FOMC mematok rasio suku bunga yang tinggi terhadap tabungan proyek investasi di Amerika, maka sudah barang tentu para investor dan spekulan pasar modal akan melarikan modal yang dimilikinya dalam bentuk dolar. Selanjutnya mereka menunggu hasil koreksi nilai tukar mata uang negara lain sebagai resiko keterpengaruhan.
Menunggu adalah sesuatu yang menjemukan. Menunggu pergerakan nilai mata uang negara lain terhadap iklim investasi di dalam negeri lebih menjemukan lagi. Selama menunggu ini, biasanya kemudian terjadi koreksi terhadap rasio suku bunga tabungan investasi dan tabungan mudlarabah. Akibatnya kelak, ada pengaruh terhadap rasio suku bunga dan bagi hasil deposito, reksadana dan lain sebagainya. Dan ini sudah pasti. Hanya saja, saat ini Bank Indonesia selaku Bank Sentral seluruh perbankan Indonesia belum menetapkan turunnya rasio suku bunga dan bagi hasil deposito ini.
Bila terjadi osilasi yang tinggi mata uang dolar terhadap nilai tukar mata uang negara lain, maka para spekulan pasar akan meraup keuntungan yang tinggi pula di negaranya apabila ia mengunduh buah dari tabungan investasi itu dalam bentuk dolar. Para spekulan pasar modal akan selalu mengincar hal ini. Oleh karena itu, bila di Indonesia saat ini kemudian ada gerakan menukar dolar ke rupiah, pada dasarnya ada untung dan ada ruginya bagi negara.
Salah satu keuntungan yang bisa didapat oleh negara adalah berupa cadangan devisa negara menjadi semakin meningkat sehingga memungkinkan akan terdongkraknya kembali nilai tukar mata uang rupiah sehingga situasi fiskal ekonomi nasional berangsur stabil. Kerugiannya adalah pada saat situasi fiskal mulai stabil, jumlah mata uang rupiah yang beredar di masyarakat menjadi meningkat, sementara nilai tukar dolar sudah mulai turun sehingga membutuhkan dana talangan yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk menutup tingkat kerugian akibat rentang pertukaran.
Keuntungan lain adalah negara menjadi mengetahui siapa yang selama ini menjadi spekulan pasar modal yang dengan tega menimbun dolar untuk mencari keuntungan pribadi di saat nilai tukar rupiah jatuh. Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad pada awal krisis moneter tahun 1998 pernah mengancam kaum spekulan ini dengan mengata-ngatainya sebagai telah menggoreng mata uang Asia sehingga jatuh terpuruk.
Di Indonesia, peraturan yang diperbarui dan mengatur soal perdagangan Valas diterbitkan oleh BI pada tahun 2008. Terbitnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valas terhadap Rupiah ini, awalnya adalah dimaksudkan untuk menggebuk spekulan nakal yang memanfaatkan situasi force majeure (darurat) untuk melarikan modal ke luar negeri. Peraturan itu berlaku per 16 Desember 2008.
Tahun 2016, kembali dalam Peraturan Bank Indonesia No. 18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik, pemerintah lewat BI mencantumkan sebuah regulasi bahwa pembelian valas hanya boleh untuk pihak yang memiliki dokumen bukti kebutuhan Valas. Nah, dalam situasi ini, pemerintah bisa memakai dasar peraturan ini guna menggebuk para spekulan nakal yang sudah tega menggoreng rupiah di pasaran dunia tersebut. Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis adalah Pegiat Kajian Fiqih Terapan