Nikah/Keluarga

Film Sore, Istri dari Masa Depan: Kesabaran dan Penerimaan dalam Rumah Tangga

Sabtu, 9 Agustus 2025 | 19:00 WIB

Film Sore, Istri dari Masa Depan: Kesabaran dan Penerimaan dalam Rumah Tangga

Poster film Sore. Sumber: IMDb

Tahu enggak, kenapa senja itu menyenangkan? Kadang ia merah merekah bahagia, kadang ia gelap berduka. Tapi langit, selalu menerima senja apa adanya.” Kalimat ini merupakan kutipan dari film Sore: Istri dari Masa Depan. 


Sore datang ke masa depan tujuannya hanya satu, yaitu memperbaiki kebiasaan buruk Jonathan yang selalu meminum minuman beralkohol dan kecanduan merokok. Kebiasaan inilah yang membuatnya meninggal pada masa depan mendahului Sore. Dengan semangat inilah, Sore berusaha dengan penuh kesabaran mengubah kebiasaan buruk tersebut dengan harapan bisa mengubah takdir; Jonathan tidak meninggalkan muda. 


Sore, dalam perjalanannya yang penuh kesabaran dalam memperbaiki sifat buruk Jonathan di masa lalu, sempat ada pada masa pasrah dan memutuskan untuk mencari pekerjaan saja alih-alih berusaha mengubah sifat buruk Jonathan, suaminya di masa depan, yang enggan untuk berubah. Akhirnya, dia bekerja di salah satu butik gaun milik Pak Marko. Namun, pada satu momen, Sore menjumpai Jonathan yang kebetulan sedang memesan gaun bersama temannya di toko Pak Marko, tempat Sore bekerja. 


Dari momen inilah, setelah Jonathan pergi, Sore dapat pencerahan dari Pak Marko ketika keduanya berbincang ringan. Kata Pak Marko,  manusia itu bisa berubah. Memang, ada orang yang kesulitan berdamai dengan rasa sakit dan trauma, tapi mereka bisa berubah dan, kata Pak Marko, perubahan itu harus dari dalam. Pencerahan Pak Marko inilah yang akhirnya membuat Sore memutuskan untuk memulai kembali memperbaiki kebiasaan buruk Jonathan dengan pendekatan yang berbeda dengan sebelumnya. 


Menariknya, secara kasar mata, Jonathan bisa mengubah kebiasaan buruk tersebut bukan musabab usaha lahiriah yang dilakukan Sore dengan melarangnya berhenti merokok dan minum minuman beralkohol sama sekali. Tidak. Tapi, berkat kesabaran dan kepasrahan atau penerimaan Sore setelah proses panjang dilaluinya. Sebab kesabaran dan kepasrahan tersebut, Sore menemukan cara berbeda dengan sebelumnya sehingga membuat Jonathan bisa mengubah sifat buruk dari dalam dirinya sendiri. Sesuai dengan kata Pak Marko, perubahan itu harus dari dalam; dari hatinya sendiri.


Konsep Penerimaan dalam Perspektif Islam

Menonton film ini, khususnya pada proses kesabaran dan penerimaan Sore, penulis teringat kalam bijak Sayyid Abdullah Al-Haddad. Beliau pernah berkata: 

وقال : الرضا بالقضاء ينتفي معه الاعتراض على الله. ويبقى معه الطلب لما ينبغي أن يطلب، والهرب مما منه يهرب


Artinya: “Sayyid Abdullah berkata: Ridha (menerima) qadha (kepastian Allah) dapat menafikan sifat membangkang terhadap-Nya, dapat menetapkan permintaan yang sebaiknya untuk diminta, dan dapat menghindari setiap seuatu yang harus dihindari,” (Sayyid Abdullah, Kitabul Hikam, [Lebanon: Darul Hawi, 1998], hal. 10).


Menafsirkan kalam bijak Sayyid Abdullah, Kiai Ahmad Ghazali Lanbulan dalam An-Nafahat Al-Imdadiyyah ‘alal Hikam Al-Haddadiyyah (h. 30) menjelaskan: siapa pun yang diberi taufik oleh Allah untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan hendaknya memuji-Nya. Sebaliknya, jika tidak, hendaklah menyalahkan dirinya sendiri, bukan berdalih bahwa keburukan yang dilakukan atau kebaikan yang ditinggalkan semata-mata karena kepastian Allah.


Kiai Ahmad Ghazali mencontohkan kefakiran, kebodohan, dan sakit. Ketiganya memang termasuk ketentuan Allah, namun manusia tetap dapat berikhtiar untuk menghindarinya: kefakiran diatasi dengan bekerja, sakit dengan berobat, dan kebodohan dengan belajar.


Dengan demikian, upaya Sore untuk membantu Jonathan mengubah kebiasaan buruknya selaras dengan pandangan Islam: kebiasaan buruk manusia dapat diubah. Dalam kalam bijak lainnya, Sayyid Abdullah berkata:


العادة إذا رسخت نسخت


Artinya, “Kebiasaan (buruk atau baik) ketika sudah menetap, dapat menghilangkan (kebiasaan sebelumnya),” (Sayyid Abdullah, Kitabul Hikam, hlm. 9). 


Kiai Ahmad Ghazali Lanbulan, dalam kitab yang sama menjelaskan kalam bijak ini, sebagaimana berikut: 


(العادة) وهي ما تكرر فعله من الأمور ، سواء كان خيرا أو شرا (إذا رسخت) أي تمكنت واستمرت ( نسخت) أي أزالت ما قبلها من العادات ، فمن اعتاد الخير فقد نسخ به ما قبله من الشر ، ومن اعتاد الشر فقد نسخ الخير قبله


Artinya: “(Kebiasaan) adalah setiap pekerjaan yang dilakukan berulang kali, baik pekerjaan baik atau buruk (ketika sudah menetap dapat menghilangkan) kebiasaan-kebiasaan sebelumnya. Jadi, siapa saja membiasakan kebaikan, niscaya akan menghilangkan kebiasaan buruk sebelumnya. Begitu juga berlaku sebaliknya.” (Ahmad Ghazali, An-Nafahat Al- Imdadiyyah ‘alal Hikam Al-Haddadiyyah, hlm. 30).


Saat usaha sudah maksimal dilakukan dan apa yang kita harapkan belum tercapai, ridha dengan ketentuan Sang Maha Pengatur segala urusan merupakan jalan terbaik yang bisa dilakukan, sebagaimana kalam bijak di muka. Sore pun sudah melakukannya. Dan keridhaan tersebut akan menuntun ke jalan yang seharusnya ditempuh. Akhirnya, Allah sendiri yang akan menyampaikan pada tujuannya. Jonathan akhirnya bisa lepas dari kebiasaan buruknya tersebut. 


Konsep Kesabaran dan Penerimaan dalam Rumah Tangga

Syahdan, secara spesifik film ini mengajak kita untuk belajar dalam kesabaran dan penerimaan dalam rumah tangga dalam urusan apa pun. Dalam konteks kesabaran, ada kutipan hadits menarik dari Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin yang menggambarkan sebuah besarnya pahala kesabaran bagi pasangan suami-istri yang melaksanakannya. Berikut redaksinya:


وقال صلى الله عليه وسلم من صبر على سوء خلق امرأته أعطاه الله من الأجر مثل ما أعطى أيوب على بلائه ومن صبرت على سوء خلق زوجها أعطاها الله مثل ثواب آسية امرأة فرعون


Artinya: “Nabi SAW bersabda: Siapa saja sabar atas keburukan akhlak istrinya, nescaya Allah memberinya pahala seperti pahala yang diberikan kepada Nabi Ayyub atas bala’ yang melandanya dan setiap istri yang sabar atas keburukan akhlak suaminya, niscaya Allah memberinya pahala sebagaimana pahala Siti Asiah, istri Firaun,” (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin, [Beirut: Darul Ma'rifah, t.t.], jilid II, hal. 43).


Karakter Sore dalam film ini merupakan misal nyata dari aktualisasi dari hadits ini. Sore tidak hanya sabar atas sifat buruk Jonathan, suaminya di masa depan, tapi ia memiliki peran penting dalam mengubah sifat buruk tersebut. Pendek kata, Sore sepertinya sangat layak mendapatkan pahala seperti pahalanya Siti Asiah. 


Selain kesabaran, film ini juga mengajak kita untuk belajar menerima pasangan apa adanya. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Yang ada adalah manusia yang saling menutupi Ketidaksempurnaan itu. Dalam konteks rumah tangga, baik suami atau istri, tidak boleh menuntut sesuatu yang tidak mampu dilaksanakan. Berkaitan dengan konteks ini, penjelasan berikut sangat penting diketahui, khususnya bagi para istri:


وجاء عن النبي ﷺ أَنَّهُ قَالَ : أَرْبَعَةٌ مِنَ النِّسَاء فِي الجَنَّةِ، وَأَرْبَعَةٌ فِي النَّارِ، وذكر من الأربعة اللواتي في الجَنَّةِ امْرَأَةَ عَفيفَة طائعة لله ولزوجها ، وَلُودًا صابرة ، قانعة باليسير مع زوجها ، ذات حياء، وإن غاب عنها زَوْجُهَا حَفِظَتْ نَفْسَها وماله ، وَإِنْ حَضَرَ أَمْسَكَتْ لسانها عنه ، ثُمَّ قال : وأَما الأَرْبَعَةُ اللُّواتِي فِي النَّارِ فَامْرَأَةٌ بَدِيَّةٌ اللسان على زوجها ، إِنْ عَابَ عنها زَوْجُهَا لَمْ تَصُنْ نَفْسَهَا ، وَإِنْ حَضَرَ أَذَتْهُ بِلِسَانِها ، وَامْرَأَةٌ تُكَلِّفُ زَوْجَها ما لا يُطِيقُ ، وَامْرَأَةٌ لا تَسْتُرُ نَفْسَهَا مِنَ الرِّجَالِ وَتَخْرُجُ مِنْ بينها متبرجة ، وامْرَأَةٌ لَيْسَ لَها هم إلا الأكل والشرْبُ وَالنَّوْمُ ، وَلَيْسَ لَهَا رَغْبَةٌ فِي صلاة، ولا في طاعة الله ولا في طاعة رسوله ولا في طاعةِ زَوْجِهَا 


Artinya: “Nabi SAW bersabda: Ada empat wanita di surga dan empat wanita di neraka. Dan Nabi ﷺ menyebut empat wanita yang ada di surga, yaitu:

“(1) wanita yang menjaga kesucian dirinya, taat kepada Allah dan suaminya; 
(2) wanita subur dan penyabar; 
(3) wanita yang menerima (nafkah) walaupun sedikit bersama suaminya; dan 
(4) wanita yang memiliki rasa malu, walaupun suaminya tidak bersamanya tetap menjaga diri dan hartanya dan ketika bersamanya menjaga lisannya.


“Sedangkan empat wanita yang di neraka, yaitu:


“(1) wanita yang kotor perkataan kepada suaminya, jika suaminya tidak bersamanya, ia tidak menjaga diri dan ketika bersamanya, menyakiti suaminya dengan lisannya; 
(2) wanita yang memaksa suaminya melakukan sesuatu yang tidak mampu dilaksanakan; 
(3) wanita yang tidak menutupi dirinya dari laki-laki, ia keluar rumah mengumbar auratnya; dan 
(4) wanita yang semangat hidupnya hanya makan, minum, dan tidur. Tidak memiliki rasa suka pada shalat, tidak taat kepada Allah, Rasulullah, dan suaminya
.” (Lihat dalam Risalah Muta'alliqah bi Umuriz Zaujaini, yang diterbitkan bersama kitab Syekh Nawawi Banten, Uqudul Lujain fi Bayani Huquqiz Zaujain, [Kuwiet: Darud Dhiya’, 2024], hal. 44).


Secara eksplisit dalam teks di atas mengatakan bahwa salah dua wanita surga ialah dia yang penyabar dan wanita menerima apa adanya keadaan suaminya. Sebaliknya, wanita yang selalu memaksa atau menuntut suaminya dengan hal-hal yang sebenarnya suaminya tidak mampu untuk melaksanakan, dia masuk golongan wanita neraka. 


Menurut para ulama, hadits tersebut menyebut wanita sebagai objek karena umumnya merekalah yang menjadi sumber kebahagiaan sekaligus potensi masalah dalam rumah tangga, meski hal itu juga bisa berlaku pada laki-laki dengan balasan yang sama: surga atau neraka. 


Film ini menunjukkan bahwa kebiasaan, termasuk yang buruk, dapat diubah. Usaha maksimal, kesabaran, dan penerimaan terhadap takdir Allah menjadi kunci keberhasilan, termasuk dalam membina rumah tangga. Menerima kekurangan pasangan adalah keniscayaan yang harus dijalani dengan sabar agar peluang masuk surga bersama pasangan semakin besar, tentunya dengan izin Allah.


Secara keseluruhan, Sore: Istri dari Masa Depan menyuguhkan banyak ibrah yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, terutama dalam hal kesabaran dan penerimaan dalam rumah tangga. Pesan moralnya mengajak penonton untuk membangun hubungan yang tulus dan saling menerima, sehingga kehidupan rumah tangga menjadi lebih harmonis dan diridhai Allah. Wallahu a‘lam.


Ustadz Syifaul Qulub Amin, Alumnus PP Nurul Cholil, Sekarang Aktif Menjadi Perumus LBM PP Nurul Cholil.