Yogyakarta, NU Online
Pendiri Gerakan Islam Cinta Haidar Bagir menilai, Fazlur Rahman adalah sosok pemikir yang memulai karirnya dari bidang Filsafat. Ibnu Sina dan Mulla Sadra adalah dua tokoh filsafat yang ditekuni Fazlur Rahman. Kendati pemikiran Fazlur Rahman banyak dipengaruhi filsafat, namun pemikirannya juga dipengaruhi “Salafisme” Ibn Taimiyah.
Fazlur Rahman merupakan orang yang paham betul akan ilmu-ilmu keislaman. Bagi Haidar, buku-buku yang ditulis Fazlur Rahman tidak jauh beda –gayanya- dengan yang ditulis ulama atau kiai tradisional.
“Jika kita membaca buku Major Themes of The Qur’an (Tema-Tema Pokok Al-Qur’an) tanpa mengetahui penguasaan Fazlur Rahman pada Ilmu-ilmu keislaman, kita bisa salah melihat ini sebagai buku yang ditulis oleh seorang Kiai atau Ulama Tradisional” ungkap Haidar saat menjadi pembicara dalam acara Diskusi Buku: Tema-Tema Pokok Al-Qur’an Karya Fazlur Rahman di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Rabu (28/1).
Haidar menjelaskan, buku Major Themes of The Qur’an adalah salah satu dari magnum opus Fazlur Rahman, selain buku Islam Methodology in History. Buku ini adalah kristalisasi dari bekerjanya dua pengaruh yang saling bertentangan, yaitu pengaruh filsafat dan pengaruh “salafisme” Ibn Taimiyah. Bagi Haidar buku Major Themes of The Qur’an merupakan akhir (closure) dari pengembaraan keilmuan Fazlur Rahman.
Narasumber lainnya, Moch Nur Ichwan menyebutkan, Fazlur Rahman adalah orang pertama yang memperkenalkan hermeneutika dalam tradisi Islam, mengadopsi istilahnya dan kemudian mengembangkannya.
Koordinator Program Doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga itu menuturkan, Fazlur Rahman tertarik pada Gadamer. Namun demikian, Fazlur Rahman juga mengkritiknya karena terlalu subjektif. Sehingga Fazlur Rahman mengambil jalan tengah dengan mengembangkan teorinya sendiri, yaitu Double Movement Theory (Teori Gerak Ganda).
Menurut Ichwan, Teori Gerak Ganda milik Rahman itu sama seperti qiyas, di mana ideal moralnya tidak jauh beda dengan tujuan (maqashid) yaitu untuk sebuah kemaslahatan umat.
Sementara Syafii Maarif menuturkan, karya-karya Fazlur Rahman tak bisa dibaca hanya sekali. Buku dan tulisan Fazlur Rahman harus dibaca berulang-ulang kali untuk dapat memahaminya dengan baik. Bukan saja karena materinya yang rumit, tapi juga bahasa Inggris yang digunakan Rahman itu canggih sekali.
Murid Fazlur Rahman itu juga menceritakan bahwa sang guru selalu menasihati murid-muridnya untuk selalu menimbang dan menilai segala sesuatu dengan Al-Qur’an.
“Apapun yang anda baca, pikir dan renungkan timbang dengan Al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah hudan linnas dan furqon (petunjuk bagi manusia dan pembeda antara yang hak dan yang batil),” ujar Syafii menirukan gurunya. (Red: Muchlishon Rochmat)