Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, sejak dulu penduduk Nusantara sanggup menerima kehadiran agama-agama dari luar dalam suasana harmonis. Perbedaan tak menimbulkan gejolak berarti hingga datang era modern seperti sekarang ini.
<>
Menurut kiai yang akrab disapa Kang Said ini, modernisasi telah membuat warga Tanah Air terpecah. Padahal, sejarah mencatat pergantian agama-agama, mulai dari Kapitayan, Hindu, Budha, Islam, atau Kristen, di Nusantara berlangsung damai.
“Kita sekarang ini dikejar-kejar tantangan yang luar biasa. Baik tantangan dari kanan maupun dari kiri,” katanya saat meresmikan dua program unggulan di bidang pemberdayaan ekonomi Lembaga Ta’mir Masjid NU (LTMNU) di Jakarta, Jumat (26/7) petang.
Dari sisi kiri, sambung Kang Said, Indonesia mendapat gempuran kebudayaan liberal yang ditimbulkan globalisasi. Sementara dari sisi kanan, ekstrimisme agama menekan masyarakat cenderung kaku dan anti-perubahan.
“Begitu (budaya) ini datang ke budaya kita, maka kita harus hati-hati. Karena bisa menyebabkan kita kehilangan budaya, karakter, dan jati diri bangsa,” ujarnya di hadapan sekitar 100 pengurus masjid NU.
Kang Said mengajak umat Islam untuk kembali menjaga keharmonisan yang sedang tertantang ini. Sebagai filternya, NU harus tetap berpegang teguh pada motto al-muhafadhat ‘alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah (merawat khazanah lama yang baik, dan mengadopsi khazanah baru yang lebih baik)
Doktor Universitas Ummul Qura Mekkah ini juga menegaskan, sepeninggal Rasulullah serta para sahabat dan ulama-ulama pengikutnya, rujukan kebenaran kepada figur sudah tidak ada lagi. Satu-satunya pegangan yang bisa di andalkan, menurutnya, adalah ilmu ulama.
Penulis: Mahbib Khoiron