Jombang, NU Online
Selama ini, pesantren meningkat tetapi tidak diikuti oleh peningkatan kualitas kader ulama dari para lulusannya. Tantangan ke depan, yaitu bagaimana memanfaatkan potensi yang ada ini melalui Ma’had Aly. Di pesantren ada dua tradisi pengajian dan muthalaah serta Bahtsul Masail. Walapun kegiatan tersebut tidak terstruktur, lanjutnya, tetapi konsisten dilakukan sehingga terus dimantapkan dan dilembagakan.
Demikian disampaikan KH Sholahuddin Wahid dalam Koordinasi Persiapan Penyelenggaraan Ma’had Aly, Senin (30/5) di Jombang, Jawa Timur yang diikuti oleh seluruh Kanwil Kemenag dan Pesantren yang menyelenggarkan Ma’had Aly.
Karena hadirnya ulama dengan mutu yang baik dengan jumlah cukup banyak mutlak diperlukan. Apalagi pendidikan kader ulama memang tertinggal di berbagai daerah sehingga kami setiap tahun mengirim 6 alumnus Ma’had Aly di Ambon, sebab kebanyakan IAIN Ambon belum bisa membaca Al-Qur’an.
“Saat ini kebutuhan mendesak yakni perlu menghasilkan ulama dengan kualitas baik untuk kita sebarkan di berbagai daerah. Harus diseimbangkan ke berbagai daerah agar merata. Seperti di Atambua setelah didampingi Imam Syafei bertumbuh dengan pesat, saya diajak di sana untuk menemani Uskup. Ini menggambarkan bahwa hubungan ulama dan pendeta di sana sangat baik. Harmonisasi ini hanya bisa dilakukan oleh para ulama yang dikader dengan baik di Ma’had Aly,” ujar Gus Sholah.
KH Hasyim Asy’ari, terang Gus Sholah, pernah berkata bahwa mengajarkan agama jangan berharap untuk mendapatkan jabatan, materi, dna lain-lain. Pengalaman di Ma’had Aly Tebuireng, nanti kami mendapat ijazah apa, tapi kami punya Unhasy sehingga mereka masuk ke sana. Dulu ijazah formal tidak terlalu dipertanyakan, sekarang zaman berubah, di mana ijazah tersebut sangat diperlukan untuk berkiprah di tengah masyarakat.
Di Tebuireng, imbuhnya, sudah biasa berbaur di masyarakat ketika bulan Ramadhan, di sinilah pengabdian mereka untuk meningkatkan komunikasi. Mahasantri Ma’had Aly tak hanya harus memahami kitab tetapi juga diperlukan kepandaian membaca perkembangan zaman. Ilmuwan muslim berawal dari ilmu agama lalu mempeajari ilmu lain.
“Salah satu yang menjadi masalah kita adalah pendanaan. Saya setuju Mahad Aly harus di pesantren. Bagaimana agar bisa mendorong anak-anak ke sana. Tebuireng mengirimkan alumni ke berbagai daerah di Indonesia. Mereka membutuhkan ustadz yang baik, karena saya kahawatir paham keras yang muncul,” jelas Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang ini.
Dalam salah satu kitabnya, tandasnya, Mbah Hasyim berkata bahwa santri yang baik adalah ketika kita pulang ke kampung lalu memberi manfaat dan berlaku baik di tengah masyarakat. Bagaimana Ma’had Aly tidak hanya pandai berkhotbah tetapi juga memberdayakan masyarakat sehingga perlu diajari keterampilan, metode penelitian, dan community developmant sehingga benar-benar memahami perkembangan zaman.
Hadir dalam kegiatan koordinasi ini, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren H Mohsen dan Kasubdit Pendidikan Diniyah Kementerian Agama H Ahmad Zayadi. (Fathoni)