Pamekasan, NU Online
Kata sastra dan santri sejatinya berkait kelindan. Keduanya memiliki hubungan linguistik yang nyaris tidak bisa dipisahkan. Bahkan, hingga para ranah konteks sosio-kulturnya pun, kedua kata tersebut hampir selalu bergandengan.
Demikian penjelasan tokoh sastra internasional D Zawawi Imron, saat mengisi kuliah umum Program Studi Ilmu al-Qur'an dan Tafsir STIU Al-Mujtama' Pamekasan, Rabu (17/2/2016). "Kandungan Sastra dalam al-Qur'an" menjadi tema utama dalam kegiatan yang dihadiri mahasiswa STIU Al-Mujtama’ dan masyarakat umum tersebut.
Di mata Penyair Celurit Emas ini, santri sesungguhnya berasal dari kata sastra, yang punya arti orang yang mengkaji kitab suci dan keindahannya. Jadi, sastra itu masdar. Sementara sastri itu isim fa'il-nya.
“Namun, pengucapan sastri mengalami erosi bahasa. Akhirnya, menjadi santri,” ungkapnya.
Kegiatan yang ditempatkan di Gedung Serbaguna Pesantren Al-Mujtama' ini dihadiri oleh berbagai kalangan pelajar dan perwakilan pesantren sekitar kampus. Sebanyak 300 kursi yang disediakan panitia, seluruhnya terpakai.
Dan sebagai motivasi bagi Mahasiswa, Zawawi berpesan melalui puisi Imam Syafii yang berbunyi: من فاته التعليم وقت شبابه # فكبر له أربعا لوفاته (Barang siapa yang semasa mudanya malas belajar, sebaiknya ditakbirkan empat kali sebagai simpul kematiannya).
Kuliah umum kali ini dimoderatori oleh Zainal Arif dan menjadikan suasana lebih semarak dengan diawali pembacaan puisi karya Zawawi Imron. Sampai akhir acara pun, tepuk tangan simpatik dari audien silih berganti menyambut petikan pantun dan puisi Zawawi yang dibacakannya sendiri di sela-sela ceramah.
Puncaknya, puisi dengan judul "Ibu" yang ditulis saat Zawawi berusia 16 tahun dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia, dibacakan secara lengkap.
Sebelum menutup kuliahnya, Zawawi Imron membuatkan puisi bagi mahasiswa STIU Al-Mujtama’:
Plakpak cintaku
Mahasiswa Al-Mujtama' sayangku
Jejakku kutinggal di sini
Senyummu kubawa pergi
(Hairul Anam/Fathoni)