
Ilustrasi: Ramadhan sebagai sarana Mukmin belajar menjadi Mukmin sejati, salah satunya untuk bisa bersabar menahan amarah.
Jakarta, NU Online
Al Habib Achmad Al Habsyi mengatakan puasa Ramadhan adalah sarana umat Islam belajar menjadi Mukmin yang hakiki. Menurut para ulama, Mukmin yang hakiki adalah seseorang yang memiliki rasa takut kepada Allah SWT dengan segenap anggota tubuhnya.
"Matanya takut kepada Allah; telinganya takut kepada Allah; mulutnya takut kepada Allah; tangannya takut kepada Allah; perutnya takut kepada Allah; kakinya takut kepada Allah, nah itu seorang Mukmin yang hakiki," kata Al Habib Achmad Al Habsyi pada tayangan Pesantren Ramadhan persembahan Majelis Telkomsel Taqwa (MTT) dan Majelis Ta'lim Telkom Grup (MTTG) yang diunggah Senin (26/4).
Madrasah Ramadhan mengajarkan seorang Muslim untuk bisa bersabar menahan amarah. Bahkan kalau kita dipancing kesabaran kita di bulan Ramadhan, jangan sampai terpancing untuk marah-marah sehingga kehilangan pahala puasa. Marah-marah di sini adalah marah-marah yang tidak jelas dan bukan karena Allah.
Habib Achmad Al Habsyi menceritakan sebuah riwayat, ada sahabat Nabi yang meminta petunjuk kepada Nabi Muhammad yang jika dikerjakan akan mendapatkan manfaat di dunia maupun di akhirat. Nabi menyebutkan "Jangan marah". Orang itu meminta lagi namun Nabi menjawab hal yang sama, demikian terjadi sampai tiga kali.
"Para ulama menjelaskan kepada kita bahwa pengulangan Nabi sampai tiga kali ini menunjukkan sifat ini atau wasiat (tentang sabar atau atau jangan marah) sebagai sesuatu yang agung. Jadi walaupun cuma simpel wasiat Nabi jangan marah, tapi itu mengandung makna yang sangat luas, pentingnya seseorang itu menjauh daripada sifat amarah," jelasnya.
Amarah yang didasari dari hawa nafsu, amarah yang bukan didasari karena Allah hanya akan mengantarkan manusia kepada sesuatu yang tidak baik. Hal itu sebagaimana dikatakan sebagian dikatakan para ulama, kemarahan akan menghilangkan keimanan seseorang.
"Sebagaimana kayu yang pahit rasanya kalau dicampur ke madu maka manisnya madu akan hilang. Nah itu marah yang tercela. Maka dari itu orang-orang yang bisa menelan amarahnya, dia marah tapi harusnya sabar dia telah amarahnya dipuji dalam Al-Qur'an, orang yang menelan amarahnya, dia akan diberikan bidadari di syurga Allah SWT," lanjutnya.
Pada tingkat selanjutnya yaitu orang-orang yang bisa memaafkan orang lain, kemudian berbuat baik.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori