Jakarta, NU Online
Akhlak atau budi pekerti yang wajib, layak dan seharusnya dimiliki kaum intelektual, cerdik cendekia, alim ulama, para santri, atau kaum terpelajar adalah tawadlu' (rendah hati) dan menjauhi arogansi, keangkuhan, besar kepala, kesombongan, atau kekagumaman pada diri sendiri.
Demikian disampaikan Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin sebagaimana dikutip dari laman facebooknya, pada Rabu (4/4).
"Karena sifat rendah hati itu lebih menarik simpati, sedangkan sifat sombong itu tidak disukai dan membuat orang lain menjauhi. Bagi setiap orang, kesombongan itu buruk, sedangkan bila sifat itu melekat pada ulama atau kaum cerdik pandai, maka itu lebih buruk lagi," katanya.
Hal tersebut diungkapkan, lantaran ulama dan cerdik pandai itu memiliki kecenderungan bakal diikuti dan diteladani sebagai panutan. Ketika seorang panutan melakukan sesuatu, terlebih perilaku yang buruk, maka sangat mungkin ditiru secara membuta oleh pengikut fanatiknya.
"Bila idola panutannya itu suka memaksakan kehendak, merasa benar dan pintar sendiri, bicara kasar, suka mencaci-maki, mencela, melaknat, dan menjelek-jelekkan lawannya di muka umum, bahkan hingga terang-terang memfitnah, maka itu semua merupakan ciri kesombongan yang melekat di hatinya, yang sangat boleh jadi ditiru oleh pengikutnya," ungkap Gus Ishom, begitu ia akrab disapa.
Kiai asal Lampung itu menambahkan, untuk membuka pikiran orang-orang yang pikirannya terkunci dan tertutup rapat, bukanlah hal mudah. Sementara mereka terus meneriakkan slogan kebencian kepada siapa saja karena mengikuti jejak sesat junjungannya.
"Kesombongan pemimpin itu menular cepat kepada para pengikutnya," tukasnya. (Aru Elgete/Muiz)