Jombang, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Nusa Tenggara Barat Acmad Taqiuddin berpandangan, perbedaan pandangan dan perdebatan tajam dalam sebuah forum di muktamar merupakan hal yang wajar.
<>
"Itu biasa. Saya mengikuti muktamar sejak tahun 1983. Hal itu sudah menjadi bagian dari dinamika forum," katanya, Senin (2/8) malam, di alun-alun sebelum mulai Sidang LPJ PBNU periode 2010-2015.
Dalam dinamika seperti itu, menurutnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagi peserta yang sudah sering seperti dirinya, katanya, akan menganggap ini biasa saja, tidak masalah. Yang kaget dengan situasi semacam ini barangkali peserta yang baru mengikuti forum saja.
"Kadang-kadang seperti itu perlu ada, karena muktamar itu untuk menyampaikan gagasan, menggali inovasi dan rekayasa-rakayasa positif perlu dibuat. Sehingga tidak ada yang pelu dikhawatirkan," ujarnya.
Mengenai pasal tentang ahlul halli wal aqdi (Ahwa) yang dihapus dalam tata tertib menurutnya itu hanya persoalan nama. Substansinya sama tapi namanya mungkin akan berubah. Mekanisme pemilihan rais aam baginya optimis dan yakin akan mengunakan perwakilan. Calon Ahwa yang sudah memenuhi kereteria keulamaan, keilmuan, dan kemampuan lainnya dengan sendirinya akan terpilih.
"Itu karena calon rais aam yang sudah masuk nominasi Ahwa sudah diperhitungkan dan akan bergandengan secara terus-menerus dengan ketum umum Tanfdiziah siapapun terpilih," tegasnya.
Lebih lanjut pengasuh Ponpes Al-Mansuriah NU Bonder Lombok Tengah NTB ini mengapresiasi pelaksanaan Muktamar yang berlangsung di Jombang 1-5 Augustus 2015. "Pelaksanaan muktamar kali ini bagus. Banyak perubahan penyelenggaraannya maupun tingkat syiar publikasinya dan tekanan-tekanan yang diperlukan dan NU masih menarik untuk diperbincangkan baik di kalangan masyarakat maupun di media-media massa,” terangnya.
Itu semua, katanya, bagian dari demokrasi organisasi yang menjadi imbas bagi era demokrasi di Indonesia. "Apapun pendapatnya, perselisihan dan atau konsekuensi itu yang terpenting semua kita berniat dan menjalankan organisasi serta memajukan NU ke depan lebih baik," paparnya.
Karena Nahdlatul Ulama, tambahnya, sudah menjadi milik bangsa dan masyakat. Oleh karena itu semua kita harus melaksanakan kegiatan-kegiatan ke-NU-an agar tetap menjadi media pemersatu umat dan warga bangsa Indonesia yang majemuk dan serba demokrasi. (Hadi/Mahbib)