Tangerang Selatan, NU Online
Proses Islamisasi di wilayah Jawa, termasuk Sunda, bisa digolongkan ke dalam tiga skema. Pertama, menaklukkan kerajaan non-Islam. Kesultanan Islam Cirebon dan Banten yang memiliki kekuatan ekonomi dan militer bergerak dari pesisir utara Jawa ke wilayah selatan. Mereka menaklukkan dan menguasai wilayah pedalaman yang masyarakatnya belum beragama Islam.
Demikian dikatakan Aditia Gunawan saat menjadi pembicara diskusi mingguan di Islam Nusantara Center (INC) Ciputat Tangerang, Sabtu (18/11).
Kedua, mengisi jabatan birokrasi lokal dan ritual di kesultanan. Biasanya ulama pendatang yang memainkan peranan ini. Mereka masuk dan menjadi bagian dari kerajaan yang ada.
“Yang ketiga, guru-guru sufi sejak abad ketujuh belas bergerak ke wilayah-wilayah pedalaman Jawa,” kata Aditia.
Menurut Aditia, guru-guru sufi inilah yang bisa menyebarkan Islam hingga ke pedalaman. Mereka cukup diterima dengan baik oleh masyarakat setempat karena menyebarkan Islam dengan berkompromi dengan budaya lokal. Guru-guru sufi tersebut juga memiliki kekuatan-kekuatan adikodrati.
“Mereka juga mengubah pertapaan dan biara-biara Hindu Buddha menjadi sekolah-sekolah Islam,” paparnya.
Dia menjelaskan, masyarakat pedalaman Sunda bukan bukan hanya menjalankan syariat agama Islam saja, mereka juga masih mempraktikkan kearifan lokal seperti mantra-mantra untuk penyembuhan.
“Jampi-jampi itu kan sarana penyembuhan tapi dia ada ajaran Islamnya, ada juga penyesuaian terhadap ajaran sebelumnya, ajaran pra Islam,” terangnya.
Menurut dia, penyebar ajaran Islam itu juga menjadi solusi atas kesehatan masyarakat karena mereka bisa menyembuhkan penyakit-penyakit yang diderita oleh masyarakat setempat.
Meski demikian, tidak semua masyarakat Sunda menerima dengan lapang dada datangnya Islam. Ada sekelompok masyarakat yang bersikap keras terhadap penyebaran Islam di Tataran Sunda.
“Misalnya oposisi yang masih merindukan ajaran-ajaran lama. Ada teks yang menyebutkan bahwa Islam itu sebagai prahara,” urainya.
“Misalnya di teks Carita Parahyangan itu pengarangnya lebih memposisikan diri sebagai yang kecewa terhadap datangnya Islam,” tambahnya.
Sementara itu, Penulis Buku Masterpiece Islam Nusantara Zainul Milal Bizawie menerangkan, tidak ada perbedaan yang cukup mencolok antara proses Islamisasi di Sunda dan wilayah Jawa lainnya. Pendekatan-pendekatan yang dipakai oleh para dai dalam menyebarkan Islam pun hampir sama yaitu akulturasi budaya, nikah dengan masyarakat setempat, dan lainnya.
“Hanya sisi budayanya saja yang berbeda sehingga tampilannya pun berbeda-beda,” tuturnya. (Muchlishon Rochmat)