Solo, NU Online
Keragaman budaya yang ada di Indonesia dapat berjalan dengan harmonis manakala dikelola dengan bijaksana. Untuk itu perlu ada upaya serius menciptakan kerukunan nasional, di antaranya dengan mengadakan dialog pengembangan wawasan multikutural.
<>
“Tujuannya untuk semakin mendekatkan, saling mengenalkan, dan mengupayakan kerjasama di antara komponen masyarakat,” terang Rais Syuriah PBNU Prof. KH. Machasin, dalam sambutannya di acara workshop yang digelar Kemenag RI di Solo, Jumat (15/11) sore.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI tersebut menambahkan, dari berbagai dialog multikultural yang telah diadakan pihaknya di Jawa Tengah beberapa waktu lalu, terungkap sejumlah faktor yang berkontribusi bagi kerukunan di wilayah ini.
“Semisal sikap toleransi yang sudah sangat mewarnai dan menjadi ciri kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Tengah,” ungkapnya.
Selain itu, di masyarakat Jawa Tengah juga terdapat kearifan lokal berupa ungkapan-ungkapan, sikap dan perilaku. Ungkapan seperti “rukun agawe santoso, crah agawe bubrah”, yang artinya kurang lebih sama dengan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
Sedangkan kearifan lokal berupa kegiatan sosial kemasyarakatan, di antaranya terlihat pada acara “apitan sedekah bumi”, sambatan dan lain sebagainya. Semua kegiatan tersebut, menjadikan suasana kebersamaan dan persaudaraan bertambah kuat.
“Akan tetapi hal yang penting yang perlu diperhatikan, yakni bagaimana mengaplikasikan keduanya, antara kearifan lokal dengan kearifan agama. Biarkanlah keduanya berlaku secara alamiah. Local wisdom menjadi jembatan di antara berbagai keberbedaan yang ada,” paparnya di depan para peserta, yang di antaranya dari perwakilan GP Ansor Solo dan Sukoharjo. (Ajie Najmuddin/Mahbib)