Nasional

PMII Kota Semarang Kenang 12 Tahun Munir

Jumat, 9 September 2016 | 07:06 WIB

Semarang, NU Online
Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Semarang menggelar diskusi dan nonton film Kiri Hijau Kanan Merah besutan sutradara Dandhy Dwi Laksono di Rumah Pergerakan Jalan Cinde Dalam Nomor 1 Kota Semarang, Kamis, (8/9). Diskusi bertajuk Malam Mengingat Munir, Pekan Merawat Ingatan, mengenang 12 tahun kematian Munir ini dihadiri oleh kader PMII se-kota Semarang.

Hadir sebagai narasumber diskusi Girindra Wardana, jurnalis dan aktivis Aliansi Jurnalis Independen Kota Semarang. Film garapan rumah produksi WatchDoc itu bercerita tentang kehidupan Munir Said Thalib, aktifis HAM yang wafat 12 tahun lalu karena diracun saat perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam.

Dalam film ditampilkan riwayat pendidikan Munir mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dalam proses belajarnya itu, Munir memang tidak terlalu menonjol dalam pelajaran, seperti matematika dan Bahasa Inggris. Tetapi, Munir termasuk orang yang aktif dan suka bersosialisasi dengan teman-temannya. Itu berlanjut sampai Munir kuliah jurusan hukum di Universitas Brawijaya dan sempat menjadi ketua senat. Di perguruan tinggi, Munir juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam.

Girinda menegaskan penting untuk menggaungkan kembali kasus pembunuhan Munir ini. Sangat miris melihat perbandingan antara kasus pembunuhan Munir dengan kasus pembunuhan Wayan Mirna Shalihin yang sedang ramai sekarang ini.

“Bisa dibandingkan (kasus Munir) dengan kasus kematian Mirna sekarang. Dalam twitter Tagar #SidangJessica bisa mengalahkan #Munir12Tahun,” kata Girindra. Ditambah lagi adanya siaran langsung yang ditampilkan oleh beberapa stasiun televisi nasional.

Sebenarnya pengusutan kasus pembunuhan Munir juga tidak jauh beda dengan kasus Mirna sekarang ini, tetapi dulu tidak sampai diekspos media secara luas. Juga Janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan melaporkan hasil kajian Tim Pencari Fakta hanya isapan jempol belaka.

Pemerintahan Joko Widodo dengan Nawacitanya seharusnya bisa membuka jalan untuk pengungkapan kasus pembunuhan Munir dan kasus-kasus HAM lainnya.

Kemudian Girindra mencoba mengambil hikmah dari sosok Cak Munir. Menurutnya yang patut diapresiasi dari Cak Munir adalah, pilihannya yang fokus pada kerja-kerja HAM. “Itu adalah hal yang langka,” kata wartawan salah satu stasiun televisi ini. Kita patut menjadikan Munir sebagai sosok teladan bagi aktivis-aktivis sekarang ini. Kritis, idealis dan tak pernah takut pada siapapun.

Mental semacam itu, menurut Girindra, bisa dibentuk melalui organisasi ekstra kampus semacam PMII, HMI, PMKRI, GMNI dan lainnya. Organisasi kaderisasi itu sebagai tempat belajar dan penempaan diri selain ruang kuliah, yang akan melahirkan orang seperti Munir. Munir sendiri dulu pernah aktif di HMI Surabaya.

Tetapi, menurut Girindra banyaknya alumni organisasi ekstra yang terjun ke politik praktis menjadi problem tersendiri. “Pilihan praktis itu membuat persoalan-persoalan Negara tidak selesai karena kita kekurangan orang-orang kritis,” ungkapnya.

Seharusnya tetap ada orang-orang yang melanjutkan kerja-kerja di advokasi sosial dan HAM. Penting bagi mahasiswa dan aktivis untuk menjaga kritisisme. “Salah satu jalannya yaitu dengan berkumpul bersama orang-orang kritis,” pungkasnya. (Red Alhafiz K)


Terkait