Jakarta, NU Online
Kajian rutin Kamisan di ruang redaksi NU Online, gedung PBNU jalan Kramat Raya nomor 164, Jakarta Pusat membahas produktivitas ulama Nusantara dalam bidang penulisan. Temuan karya mereka yang beredar terbatas saat ini, mendorong NU Online untuk menapaki jejak semangat ulama Nusantara untuk terus memproduksi pengetahuan.
<>
Putra Rois Aam PBNU KH MA Sahal Mahfudz, H Abdul Ghofarrozin yang kerap disapa Gus Rozin mengatakan, para kiai di Indonesia menulis dengan pelbagai bahasa mulai dari bahasa Arab, Indonesia hingga bahasa lokal. Karya mereka mencakup pelbagai bentuk seperti kitab, buku, artikel panjang, risalah singkat, bahkan syair.
Saat ditanya perihal motivasi menulis bapaknya yang menghasilkan karya-karya besar, Gus Rozin mengatakan, “Menulis bagi bapak (KH MA Sahal Mahfudz) sudah menjadi tuntutan.”
Kitab Thariqatul Hushul ala Ghayatil Wushul, menurut Gus Rozin, awalnya catatan-catatan Kiai Sahal dari KH Zubair bin Dahlan Sarang, gurunya saat mengajar kitab Ghayatul Wushul. Selain saat mengajar, catatan itu didapat dari hasil dialog dan obrolan lepas di kendaraan dengan gurunya.
Seperti banyak karya lain Kiai Sahal, kebutuhan para santri terhadap keterangan panjang atas sebuah kitab menjadi satu alasan yang mendorong Kiai Sahal untuk menelurkan sebuah karya. Sedangkan penulisan artikel lepas di media massa lebih dirangsang oleh kebuntuan masalah hukum, politik, dan sosial yang tengah terjadi, imbuh Gus Rozin.
Sayangnya, karya ulama Nusantara tidak terlihat di toko buku di pasar swalayan. Bahkan, peredaran karya mereka juga masih terbatas di kalangan pesantren asuhan penulisnya. Kenyataan ini lebih didasarkan pada keengganan pesantren untuk menggunakan kitab karya ulama Nusantara.
Ini terjadi tidak hanya untuk karya-karya Kiai Sahal, tetapi juga untuk banyak karya ulama Tanah Air terdahulu. Persoalan ini juga bisa ditarik dari keterbatasan jumlah cetak karya-karya itu. (Alhafiz)