Pacitan, NU Online
Budayawan ternama Emha Ainun Najib atau Cak Nun hadir di Pacitan, Selasa malam (12/12). Kehadirannya disambut suka cita warga. Cak Nun dengan petuah-petuah yang menyejukkanya menjadi obat penawar duka setelah musibah banjir dan tanah longsor yang melanda Pacitan pekan lalu.
“Malam ini mari kita bersenang-senang, tapi senang-senang yang disenangi Allah, “ ajak Cak Nun di Pesantren Tremas Pacitan. Dalam acara Ngaji bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng.
Cak Nun yang tampak mengenakan busana serba putih memulai ngaji dengan membaca shalawat Nabi. Beberapa lagu dan tembang Jawa serta berbagai varian musik tradisional Nusantara disuguhkan oleh Kiai Kanjeng. Wajah-wajah sumringah terpancar dari para jamaah. Cak Nun mengajak mereka kembali ceria.
Budayawan kelahiran Jombang itu mengajak seluruh warga Pacitan yang mendapat musibah banjir untuk segera bangkit dan menggali makna atas bencana tersebut. Cak Nun mengajak jamaah untuk berpikir lebih holistik. Bahwa selalu ada sebab-akibat dari segala sesuatu.
“Saya tadi diceritani tentang banjir yang terjadi di Pacitan, itu kerise lagek diumbah karo Gusti Allah (itu kerisnya sedang dicuci sama Allah SWT),” ungkap Cak Nun yang malam itu duduk berdampingan dengan pengasuh pesantren Tremas KH Fuad Habib Dimyathi dan KH Hammad Harits Dimyathi.
Cak Nun sengaja menggunakan istilah keris itu untuk memahamkan jamaah agar selalu menjaga kehormatan yang dimilikinya. Ia menegaskan bahwa keris bukan merupakan senjata tajam. Keris tidak bisa dipakai untuk membunuh. Keris adalah lambang akidah, lambang akhlak, dan kharisma.
“Keris adalah lambang tertinggi yang ada dalam diri manusia, yang tidak bisa dijual,” tuturnya.
Lebih dalam, Cak Nun menuturkan, bahwa kehormatan lebih penting daripada harta. Kehormatan lebih mahal dari sebuah jabatan. “Kehormatan tidak bisa dihargai secara fisik atau materi. Karena kehormatan adalah urusan rohaniyah dihadapan Allah dan sesama manusia,” tandasnya.
Oleh karenanya, berbagai musibah bencana yang akhir-akhir ini terjadi seolah menjadi teguran dari Allah bagi manusia yang lalai akan jatidirinya. Seluruh jamaah yang hadir oleh Cak Nun diajak untuk meresapi dan mengambil hikmah dari sebuah peristiwa yang terjadi.
Pengasuh pesantren Tremas KH Fuad Habib Dimyathi mengucapkan terima kasih kepada Cak Nun dan Kiai Kanjeng yang telah hadir di pesantren Tremas untuk menghibur santri dan seluruh masyarakat Pacitan.
“Malam ini sebuah keberkahan luar biasa bagi kita semua. Gawe seneng-seneng sing disenengi Allah (membuat senang yang disenangi Allah), Itu bahasa sepele tapi enak sekali,” ungkapnya.
Menurut Kiai Fuad, saat ini banyak orang yang bisa membuat orang lain senang. Tapi belum tentu kesenangan yang diberikanya itu juga disenangi oleh Allah SWT. Kiai Fuad lalu mengajak kepada jamaah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan kepada Rasulullah SAW.
“Bismillah, malam ini kita niati untuk ngaji, tholabul ilmi. Dengan ngaji ini kita harus tambah dekat dengan Allah, tambah dekat dengan rasulullah. Tidak ada hikmahnya kalau kita pintar tapi kita justru semakin jauh dengan Allah dan rasulullah,” pesan Kiai lulusan pesantren Al Munawwir Krapyak itu. (Zaenal Faizin/Fathoni)