Solo, NU Online
Selama sepekan di Balai Soedjatmoko Solo, digelar pameran untuk memperingati 100 hari meninggalnya seniman Slamet Gundono. NU Online berkesempatan untuk mengunjungi pameran tersebut di hari terakhir pementasan, Rabu (30/4).
<>
Di dalam ruangan pameran yang terbagi menjadi tiga ruangan. Di ruangan pertama, terpampang sejumlah foto Slamet Gundono dalam berbagai kesempatan. Ruangan lain menampilkan wayang burung karya perupa Nasirun. Pameran wayang burung ini merupakan satu keinginan Gundono yang belum terwujud, hingga ia meninggal.
“Awal mula dibuatnya proyek ini adalah ketika Gundono mendatangi saya dan mengungkapkan keinginannya untuk pentas wayang burung. Akan tetapi karena almarhum tak pernah menjelaskan secara detail bentuk wayang serta cerita yang akan dimainkan, akhirnya hanya menebak-nebak semua bentuk wayang yang diinginkannya, “ jelas Nasirun.
Demi keinginan terakhir sang kawan itulah, Nasirun menyempatkan diri untuk menyelesaikan semua wayang burung tersebut. Ia menyelesaikan semua wayang ini tanpa memikirkan apa-apa selain hutang kepada Gundono.
“Sekarang saya bisa lega karena hutang saya sudah terbayar dengan diadakannya pameran ini,” pungkas Nasirun.
Dalam acara tersebut juga dipentaskan wayang burung oleh dalang Sri Waluyo.Wayang ini mengambil cerita fabel tentang kisah elang dan garuda.
Dikisahkan elang bermimpi tentang garuda yang datang dan menghancurkan bangsa elang. Takut jika mimpinya menjadi kenyataan, sang raja elang pergi menuju gunung sarang garuda. Pertarungan tak bisa dihindari. Akan tetapi berkat kelihaiannya, sang raja elang berhasil membunuh sepasang garuda yang tinggal disana.
Akan tetapi, tanpa diketahui sang raja elang, sepasang garuda itu meninggalkan telurnya di dalam gua. Akhirnya telur itu menetas dan pergi untuk membalas dendam. Namun, garuda tetap kalah. Ketika raja elang akan memakan garuda, datanglah Kyai Lurah Semar yang memberikan solusi atas permasalahan elang dan garuda.
“Sebenarnya saya sempat bingung saat melihat tokoh wayang elang karya Nasirun. Saya ingin membuat adegan pertarungan, tapi semua wayang Nasirun tidak ada tokoh ksatria, karena semuanya penjahat. Namun setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan ide untuk memakai tokoh garuda Jatayu sebagai lawan si elang, “ ujar Sri Waluyo
Pemilihan Garuda itu bukan tanpa makna khusus. Menurut Waluyo, garuda dianalogikan sebagai bangsa Indonesia, sedangkan elang adalah lambang negara asing. Selama ini garuda hanya dikasih makan enak dan dimanja oleh elang, sama seperti keadaan bangsa Indonesia yang dimanja oleh kapitalis asing.
“Nah, itulah pesan yang secara tidak langsung kepada masyarakat, bahwa kita harus bisa mulai bangun dan mandiri,” paparnya. (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)
100 HARI SLAMET GUNDONO
Nasirun Bayar Utang Lewat Wayang Burung
Solo, NU Online
Selama sepekan di Balai Soedjatmoko Solo, digelar pameran untuk memperingati 100 hari meninggalnya seniman Slamet Gundono. NU Online berkesempatan untuk mengunjungi pameran tersebut di hari terakhir pementasan, Rabu (30/4).
Di dalam ruangan pameran yang terbagi menjadi tiga ruangan. Di ruangan pertama, terpampang sejumlah foto Slamet Gundono dalam berbagai kesempatan. Ruangan lain menampilkan wayang burung karya perupa Nasirun. Pameran wayang burung ini merupakan satu keinginan Gundono yang belum terwujud, hingga ia meninggal.
“Awal mula dibuatnya proyek ini adalah ketika Gundono mendatangi saya dan mengungkapkan keinginannya untuk pentas wayang burung. Akan tetapi karena almarhum tak pernah menjelaskan secara detail bentuk wayang serta cerita yang akan dimainkan, akhirnya hanya menebak-nebak semua bentuk wayang yang diinginkannya, “ jelas Nasirun.
Demi keinginan terakhir sang kawan itulah, Nasirun menyempatkan diri untuk menyelesaikan semua wayang burung tersebut. Ia menyelesaikan semua wayang ini tanpa memikirkan apa-apa selain hutang kepada Gundono.
“Sekarang saya bisa lega karena hutang saya sudah terbayar dengan diadakannya pameran ini,” pungkas Nasirun.
Dalam acara tersebut juga dipentaskan wayang burung oleh dalang Sri Waluyo.Wayang ini mengambil cerita fabel tentang kisah elang dan garuda.
Dikisahkan elang bermimpi tentang garuda yang datang dan menghancurkan bangsa elang. Takut jika mimpinya menjadi kenyataan, sang raja elang pergi menuju gunung sarang garuda. Pertarungan tak bisa dihindari. Akan tetapi berkat kelihaiannya, sang raja elang berhasil membunuh sepasang garuda yang tinggal disana.
Akan tetapi, tanpa diketahui sang raja elang, sepasang garuda itu meninggalkan telurnya di dalam gua. Akhirnya telur itu menetas dan pergi untuk membalas dendam. Namun, garuda tetap kalah. Ketika raja elang akan memakan garuda, datanglah Kyai Lurah Semar yang memberikan solusi atas permasalahan elang dan garuda.
“Sebenarnya saya sempat bingung saat melihat tokoh wayang elang karya Nasirun. Saya ingin membuat adegan pertarungan, tapi semua wayang Nasirun tidak ada tokoh ksatria, karena semuanya penjahat. Namun setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan ide untuk memakai tokoh garuda Jatayu sebagai lawan si elang, “ ujar Sri Waluyo
Pemilihan Garuda itu bukan tanpa makna khusus. Menurut Waluyo, garuda dianalogikan sebagai bangsa Indonesia, sedangkan elang adalah lambang negara asing. Selama ini garuda hanya dikasih makan enak dan dimanja oleh elang, sama seperti keadaan bangsa Indonesia yang dimanja oleh kapitalis asing.
“Nah, itulah pesan yang secara tidak langsung kepada masyarakat, bahwa kita harus bisa mulai bangun dan mandiri,” paparnya. (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)
100 HARI SLAMET GUNDONONasirun Bayar Utang Lewat Wayang Burung
Solo, NU Online
Selama sepekan di Balai Soedjatmoko Solo, digelar pameran untuk memperingati 100 hari meninggalnya seniman Slamet Gundono. NU Online berkesempatan untuk mengunjungi pameran tersebut di hari terakhir pementasan, Rabu (30/4).
Di dalam ruangan pameran yang terbagi menjadi tiga ruangan. Di ruangan pertama, terpampang sejumlah foto Slamet Gundono dalam berbagai kesempatan. Ruangan lain menampilkan wayang burung karya perupa Nasirun. Pameran wayang burung ini merupakan satu keinginan Gundono yang belum terwujud, hingga ia meninggal.
“Awal mula dibuatnya proyek ini adalah ketika Gundono mendatangi saya dan mengungkapkan keinginannya untuk pentas wayang burung. Akan tetapi karena almarhum tak pernah menjelaskan secara detail bentuk wayang serta cerita yang akan dimainkan, akhirnya hanya menebak-nebak semua bentuk wayang yang diinginkannya, “ jelas Nasirun.
Demi keinginan terakhir sang kawan itulah, Nasirun menyempatkan diri untuk menyelesaikan semua wayang burung tersebut. Ia menyelesaikan semua wayang ini tanpa memikirkan apa-apa selain hutang kepada Gundono.
“Sekarang saya bisa lega karena hutang saya sudah terbayar dengan diadakannya pameran ini,” pungkas Nasirun.
Dalam acara tersebut juga dipentaskan wayang burung oleh dalang Sri Waluyo.Wayang ini mengambil cerita fabel tentang kisah elang dan garuda.
Dikisahkan elang bermimpi tentang garuda yang datang dan menghancurkan bangsa elang. Takut jika mimpinya menjadi kenyataan, sang raja elang pergi menuju gunung sarang garuda. Pertarungan tak bisa dihindari. Akan tetapi berkat kelihaiannya, sang raja elang berhasil membunuh sepasang garuda yang tinggal disana.
Akan tetapi, tanpa diketahui sang raja elang, sepasang garuda itu meninggalkan telurnya di dalam gua. Akhirnya telur itu menetas dan pergi untuk membalas dendam. Namun, garuda tetap kalah. Ketika raja elang akan memakan garuda, datanglah Kyai Lurah Semar yang memberikan solusi atas permasalahan elang dan garuda.
“Sebenarnya saya sempat bingung saat melihat tokoh wayang elang karya Nasirun. Saya ingin membuat adegan pertarungan, tapi semua wayang Nasirun tidak ada tokoh ksatria, karena semuanya penjahat. Namun setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan ide untuk memakai tokoh garuda Jatayu sebagai lawan si elang, “ ujar Sri Waluyo
Pemilihan Garuda itu bukan tanpa makna khusus. Menurut Waluyo, garuda dianalogikan sebagai bangsa Indonesia, sedangkan elang adalah lambang negara asing. Selama ini garuda hanya dikasih makan enak dan dimanja oleh elang, sama seperti keadaan bangsa Indonesia yang dimanja oleh kapitalis asing.
“Nah, itulah pesan yang secara tidak langsung kepada masyarakat, bahwa kita harus bisa mulai bangun dan mandiri,” paparnya. (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)
100 HARI SLAMET GUNDONO
Nasirun Bayar Utang Lewat Wayang Burung
Solo, NU Online
Selama sepekan di Balai Soedjatmoko Solo, digelar pameran untuk memperingati 100 hari meninggalnya seniman Slamet Gundono. NU Online berkesempatan untuk mengunjungi pameran tersebut di hari terakhir pementasan, Rabu (30/4).
Di dalam ruangan pameran yang terbagi menjadi tiga ruangan. Di ruangan pertama, terpampang sejumlah foto Slamet Gundono dalam berbagai kesempatan. Ruangan lain menampilkan wayang burung karya perupa Nasirun. Pameran wayang burung ini merupakan satu keinginan Gundono yang belum terwujud, hingga ia meninggal.
“Awal mula dibuatnya proyek ini adalah ketika Gundono mendatangi saya dan mengungkapkan keinginannya untuk pentas wayang burung. Akan tetapi karena almarhum tak pernah menjelaskan secara detail bentuk wayang serta cerita yang akan dimainkan, akhirnya hanya menebak-nebak semua bentuk wayang yang diinginkannya, “ jelas Nasirun.
Demi keinginan terakhir sang kawan itulah, Nasirun menyempatkan diri untuk menyelesaikan semua wayang burung tersebut. Ia menyelesaikan semua wayang ini tanpa memikirkan apa-apa selain hutang kepada Gundono.
“Sekarang saya bisa lega karena hutang saya sudah terbayar dengan diadakannya pameran ini,” pungkas Nasirun.
Dalam acara tersebut juga dipentaskan wayang burung oleh dalang Sri Waluyo.Wayang ini mengambil cerita fabel tentang kisah elang dan garuda.
Dikisahkan elang bermimpi tentang garuda yang datang dan menghancurkan bangsa elang. Takut jika mimpinya menjadi kenyataan, sang raja elang pergi menuju gunung sarang garuda. Pertarungan tak bisa dihindari. Akan tetapi berkat kelihaiannya, sang raja elang berhasil membunuh sepasang garuda yang tinggal disana.
Akan tetapi, tanpa diketahui sang raja elang, sepasang garuda itu meninggalkan telurnya di dalam gua. Akhirnya telur itu menetas dan pergi untuk membalas dendam. Namun, garuda tetap kalah. Ketika raja elang akan memakan garuda, datanglah Kyai Lurah Semar yang memberikan solusi atas permasalahan elang dan garuda.
“Sebenarnya saya sempat bingung saat melihat tokoh wayang elang karya Nasirun. Saya ingin membuat adegan pertarungan, tapi semua wayang Nasirun tidak ada tokoh ksatria, karena semuanya penjahat. Namun setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan ide untuk memakai tokoh garuda Jatayu sebagai lawan si elang, “ ujar Sri Waluyo
Pemilihan Garuda itu bukan tanpa makna khusus. Menurut Waluyo, garuda dianalogikan sebagai bangsa Indonesia, sedangkan elang adalah lambang negara asing. Selama ini garuda hanya dikasih makan enak dan dimanja oleh elang, sama seperti keadaan bangsa Indonesia yang dimanja oleh kapitalis asing.
“Nah, itulah pesan yang secara tidak langsung kepada masyarakat, bahwa kita harus bisa mulai bangun dan mandiri,” paparnya. (Ajie Najmuddin/Abdullah Alawi)