Nasional

Mereka berlebaran di kuburan

Ahad, 19 Agustus 2012 | 04:30 WIB

Jakarta, NU Online
Pupus sudah harapan warga Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat untuk merayakan lebaran tahun ini. Alih-alih memikiran Lebaran, tidur saja mereka terpaksa di atas kuburan.<>

Senin malam lalu ratusan rumah warga RT 01, RT 02, RT 03, dan RT 04 di RW 07 Karet, Pasar Baru Barat, Jakarta Pusat ludes terbakar. Mereka terpaksa mengungsi di Taman Pemakaman Umum Karet Bikav, Pasar Baru Barat, Jakarta Pusat.

Baju-baju dijemur tak beraturan. Di sudut pemakaman, berdiri tenda tempat sebagian pengungsi tidur beramai-ramai, sebagian lagi tidur di atas makam yang sudah dihampari alas tidur.

Beberapa pengungsi asik berebut mencari baju pada tumpukan karung pemberian donatur.

Dipisahkan satu blok kuburan, ada posko kesehatan yang ramai dikunjungi pengungsi yang sebagian besar mengaku gatal-gatal karena tidur di atas kuburan.

Guratan sedih tak bisa disembunyikan dari muka Siti (39), warga RT 04.

Berbeda dari beberapa warga lainnya yang pernah mengalami kebakaran pada1996 dan 2000 lalu, ini pengalaman pahit pertama bagi Siti.

"Kaget saya, baru kali ini mengalami seperti begini. Saat itu saya sedang taraweh, baru dua rakaat. Tahu-tahu sudah kebakaran besar, rumah sudah habis," kata Siti yang pindah mengontrak dari daerah Bendungan Hilir sejak lima tahun lalu.

"Saya sedih banget. Saat itu jalan sambil nangis, baru kali ini melihat api segede itu," tambahnya.

Ibu dua anak asal Kebumen itu juga terpaksa mengurungkan niatnya pulang kampung tahun ini. Dia terpaksa ikut mengungsi di pemakaman.

"Biasanya lewat saja ngeri, eh sekarang tidur di sini. Terpaksa namanya tempat tinggal tidak ada, kita masih hidup campur dengan orang meninggal," kata Siti.

Dia juga sedih tidak bisa membuat ketupat seperti Lebaran sebelumnya.

Tak ada ketupat

"Tahun ini tidak ada bikin kue, bikinnya air mata," lontar Tumini.

Berbeda dari Siti, Tumini sudah tiga kali menjadi korban kebakaran dan mengungsi di pemakaman. Namun, Tumini tetap tidak pernah membayangkan harus merayakan Lebaran di kuburan.

Wanita yang sehari-hari bekerja di pemakaman itu sedih tidak bisa membuat ketupat, apalagi kue Lebaran.

Makanan dan pakaian memang selalu mengalir dari donatur-donatur, namun itu tak menghentikannya untuk melamun menjelang hari raya.

"Maunya masak tetapi susah. Barang sudah terbakar semuanya. Kalau bahan-bahan masakan sih banyak, tetapi penggorengan sama panci saja tidak ada," kata Tumini yang selama kini hanya bisa berharap mendapat makanan dari para penyumbang bantuan.

Tumini juga mengeluhkan susahnya mencuci baju. Ia harus berjalan ke MCK Rumah Susun Benhil untuk mencuci baju sekaligus mandi dengan biaya Rp1.000 setiap pemakaian.

"Bukan hanya sedih, tetapi juga capek," katanya.

Kebakaran yang dikabarkan karena konsleting listrik itu juga membuat Junaedi (54) tidak menarik bajaj. Ia mengaku serba salah, jika menarik bajaj, ia takut tidak mendapat jatah sumbangan.

"Kalau saya narik bajaj, nanti pas ada yang nyumbang saya takut tidak dapat," kata Junaedi yang selama ini mengontrak rumah.

Ia menambahkan, "Tadinya saya juga mau mudik ke kampung istri di Garut, tetapi keadaannya seperti ini, tidak punya uang."  

Junaedi yang saat kebakaran sedang menarik bajaj di wilayah Tanah Abang mengaku belum punya rencana ke depan karena barang-barangnya habis terbakar, rumah pun hanya mengontrak sehingga ia bukan termasuk yang mendapat santunan Rp11 juta dari yang dijanjikan pemerintah.

Belum tahu pasti

Ada sekitar 500 kepala keluarga yang mengungsi di arena pemakaman. Tadinya memenuhi beberapa blok makam, namun mereka terpaksa bergeser ke sisi-sisi pemakaman karena para peziarah mulai berdatangan menjelang Idul Fitri.

"Takut ahli waris ada yang nyekar, tidak enak juga kalau makamnya dibuat untuk tidur," kata Endang.

Di posko kesehatan, puluhan warga antri bergantian. Menurut dokter yang berjaga, kebanyakan warga mengeluh gatal-gatal atau batuk.

"Kebanyakan penyakitnya gatal-gatal, flu, batuk dan darah tinggi. Kalau anak kecil batuk dan pilek," kata Liana Wati, dokter jaga itu.

Kepada ANTARA News, beberapa warga menumpahkan keluahan masih kurangnya alas tidur, sementara ibu-ibu mengeluhkan tidak bisa memasak karena tak memiliki sama sekali alat dapur.

"Anak-anak juga tidak punya sepatu untuk sekolah nanti," keluh salah satu dari mereka, Marlina.

Gema takbir terus berkumandang menyambut Hari Raya Idul Fitri 1433 Hijriah. 

Semua warga muslim menyambut gembira, namun suasana di pengungsian begitu sepi. Hanya ada tawa anak kecil yang berlari di sekitar makam.  Mereka tak ahu, sampai kapan harus tinggal di kuburan.


Redaktur: Mukafi Niam
Sumber  : Antara


Terkait