Nasional

Menurut Musdah Mulia, Tauhid Menjamin Kesetaraan

Kamis, 15 Maret 2018 | 21:00 WIB

Makassar, NU Online
Ada sejumlah indikator yang membuat nasib perempuan tidak beranjak. Karenanya butuh strategi khusus agar mampu menerjang tembok tebal tersebut bagi kemajuan perempuan di masa mendatang.

Hal tersebut disampaikan Prof Musdah Mulia pada seminar nasional yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/3). 

Indikator pertama yang menghambat kemajuan perempuan yakni aspek ekonomi. “Di mana saat ini perempuan masih berada dalam kemiskinan, rendahnya pendapatan, juga adanya 4,7 juta perempuan mengganggur, dan masih kuatnya budaya patriarki,” katanya.

Sedangkan kedua adalah aspek pendidikan. Dalam catatannya, hingga kini ada 81,15 juta orang (56%) perempuan hanya berpendidikan SD, sekitar 4,7 % atau 3,8 juta berpendidikan akademi.

“Banyak kasus anak perempuan terpaksa tidak bersekolah karena untuk mengurangi biaya pendidikan dalam keluarga,” katanya.

Demikian pula lebih banyak anak perempuan usia sekolah yang bekerja dibandingkan anak laki-laki, lanjutnya.
Demikian pula jumlah buta aksara perempuan masih 2 kali lipat dari laki-laki. Belum lagi rata-rata lama bersekolah anak perempuan lebih rendah daripada laki-laki, 

Yang juga membuat miris adalah jumlah sarjana perempuan yang masih di bawah 5%. “Padahal ayat dalam Al-Qur’an yang pertama turun adalah perintah menuntut ilmu,” katanya di Auditorium KH Muhyiddin Zain Universitas Islam Makassar atau UIM.

Ternyata problem perempuan belum tuntas lantaran faktor ketiga yakni aspek kesehatan. “Derajat kesehatan perempuan sangat memprihatinkan, termasuk kesadaran akan pengetahuan kesehatan,” katanya.

Lalu, apa apa yang harus dilakukan? “Yakni harus ada upaya rekonstruksi budaya di mana saat ini masih banyak budaya patriarki, budaya feodal yang tentunya jauh dari nilai-nilai Islam,” tegasnya.

Selain itu, peningkatakan pemberdayaan perempuan yakni dengan menghilangkan nilai marginalisasi, sub-ordinasi, stereotipe, diskriminasi, dan kekerasan. “Sehingga, di sinilah peran perempuan harus berani mengaktualisasikan diri yakni mendorong pengembangan diri dan potensi individu,” tandasnya.

"Di sisi lain, tauhid sebagai ajaran inti Islam sangat menjamin kesetaraan, di mana manusia pada hakikatnya sama,” katanya di hadapan peserta. Tidak ada manusia yang boleh dipertuhankan dalam arti dijadikan tujuan hidup dan tempat bergantung, lanjutnya. 

Pada kesempatan tersebut Musdah mengingatkan bahwa raja bukanlah tuhan bagi rakyat. Demikian pula suami bukanlah tuhan bagi istri, pun orang kaya bukanlah tuhan bagi orang miskin. “Ketakutan dan ketaatan tanpa syarat kepada raja, pemimpin, atasan atau suami yang melebihi ketaatan dan ketakutan kepada Allah merupakan pengingkaran terhadap tauhid,” tegasnya.

Di akhir paparannya, Musdah berpesan kepada para aktifis perempuan, termasuk pegiat NU. “Terakhir, pesan saya juga untuk kader Fatayat NU dan perempuan, jangan lupa shalat 5 waktu. Karena itulah modal dunia dan akhiratmu,” pungkasnya. (Andy Muhammad Idris/Ibnu Nawawi)


Terkait