Bekasi, NU Online
Rais Syuriyah PBNU KH Mustofa Aqil Siroj menyayangkan sikap sebagian kecil anak-anak bangsa dari kelompok tertentu yang menyatakan bahwa cinta tanah air adalah haram.
“Kata mereka mencintai tanah air, haram dan musyrik. Karena yang harus dicintai hanyalah Allah dan Rasul-Nya,” sindir Kiai Mustofa, dalam kesempatan menghadiri peringatan Haul Gus Dur ke-9, di Pesantren Motivasi Indonesia (PMI), Kampung Cinyosog, Desa Burangkeng, Setu, Kabupaten Bekasi, Senin (7/1) malam.
Ia lantas membenarkan pernyataan tersebut. Bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya memang termaktub di dalam Al-Qur’an dan itu wajib dilakukan melalui shalat, puasa, dzikir, baca Al-Qur’an dan tahajud.
“Nah saya mau tanya; shalat, dzikir, tahajjud itu tempatnya di awang-awang atau di mana? Kalau bisa di awang-awang, silakan. Tapi kan tempatnya di tanah. Kalau di tanah, maka tanahnya harus aman,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon ini.
Maka, lanjut Kiai Mustofa, menjaga tanah (negeri) supaya aman agar bisa mencintai Allah adalah wajib. Karenanya menurut para ulama, al-aman qobla al-iman. Iman di hati seseorang akan lahir jika keamanan sudah tercipta dengan baik.
Ketua Umum PB Majelis Dzikir Hubbul Wathon ini berkisah, pernah tinggal beberapa hari di Palestina. Suatu ketika, ia ingin shalat. Di sana, mestinya langsung ke masjid. Karena malam, masjidnya terlihat sangat jelas. Namun, Kiai Mustofa ke hotel terlebih dulu.
“Di hotel, saya wudhu mau shalat. Saya panggil penjaganya untuk menanyakan arah kiblat. Dijawab oleh orang itu, buka saja jendela kalau terlihat masjid maka itu kiblatnya,” tutur Kiai Mustofa.
Dengan jawaban seperti itu, ia berkesimpulan bahwa orang Palestina tidak mengerti kiblat dan shalat. Karena Palestina perang dengan Israel sejak 1967 hingga sekarang tak kunjung usai.
“Orang Palestina itu setiap hari melihat pemboman. Indonesia pernah membuat rumah sakit di sana, tapi sudah dihancurkan oleh Israel. Jadi mereka di sana itu selalu dalam keadaan cemas. Pikiran mereka itu hanya mengurusi perang saja,” terang Kiai Mustofa.
Karena pikirannya hanya perang saja, maka tidak pernah terpikirkan untuk membangun negeri, belajar Al-Qur’an, dan salat.
“(Kejadian di Palestina) ini akibat tidak aman. Oleh karena itu para kiai, ulama, pesantren, dan NU semuanya dikerahkan untuk merebut kemerdekaan supaya kita bisa memiliki negara dan bertanggung jawab atas keamanannya,” pungkas Kiai Mustofa. (Aru Elgete/Fathoni)