Nasional

Lebaran yang Sepi di Panti

Senin, 20 Agustus 2012 | 03:37 WIB

Jakarta, NU Online
Usai menjalankan ibadah shalat Idul Fitri 1433 Hijriah, ratusan nenek dan kakek penghuni Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 4 Jakarta Selatan duduk manis di kursi-kursi yang berjejer rapi di aula panti. <>

Mereka pun menikmati sarapan opor ayam yang disajikan oleh pengelola panti yaitu Dinas Sosial DKI Jakarta.

Sebagian yang sudah tidak sanggup mengunyah karena tidak memiliki gigi, tetap menikmati opor namun disajikan dengan semangkuk bubur, sebagai pengganti ketupat.

Nenek Sulastri, adalah satu dari 150 manula penghuni PSTW Budi Mulia 4 di Jalan Margaguna itu yang turut menikmati opor ayam. Tak tampak senyum terlihat di wajahnya yang tua keriput, hanya tatapan kosong.

"Saya rindu cucu-cucu, saya ingin berjumpa dengan mereka," ujar Sulastri usai menikmati sarapan opor ayam itu.

Nenek yang menjadi salah satu penghuni panti sejak 27 Februari 2012 silam, menitikkan air matanya kala menceritakan peristiwa yang membawanya menjadi salah satu penghuni panti.

Anak perempuan Sulastri, Tutur namanya, telah meninggalkan dia di satu restoran di daerah Karawang.

"Saya dibuang oleh anak saya sendiri, mungkin karena suaminya tidak menyukai saya. Lalu pemilik restoran membawa saya kepada Dinas Sosial," ujar dia.

Sulastri mengaku betah tinggal di Panti, namun rasa rindu yang menggebu kepada kelima cucunya, seringkali membuatnya menangis.

"Di sini saya makan opor ayam, tapi kalau di rumah ada kue kembang goyang, tape ketan uli, kolang-kaling, ada dodol juga," kata Sulastri.

Meski telah ditinggalkan oleh anak perempuannya, Sulastri mengatakan bahwa dia selalu mendoakan anaknya itu, agar selalu selamat. "Saya juga berdoa, supaya bisa segera bertemu dengan cucu-cucu saya," pungkas Sulastri.

Rasa rindu untuk berkumpul dengan keluarga di kala Lebaran, juga dirasakan oleh Sri Alimah, seorang nenek berusia 62 tahun asal Sleman, Jogja.

"Saya bisa sampai di panti, karena dibawa oleh saudara saya. Kedua anak saya tidak mau tinggal bersama saya," ujar Sri.

Kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh kedua anak Sri, membuat mereka memutuskan untuk menyerahkan ibunya ke panti milik Dinas Sosial.

"Sudah empat kali Lebaran saya tidak berjumpa dengan kedua anak saya, yah mau gimana lagi, mereka tidak punya uang untuk ke Jakarta," kata Sri.

Namun Sri masih beruntung, salah satu keponakan perempuannya kerap kali datang mengunjungi.

"Lebaran memang selalu terasa sepi di hati, meskipun di sini ramai banyak teman-teman lain," kata Sri yang sehari-harinya senang merajut ini.

Bahagia di Panti Sulastri dan Sri boleh bersedih hati karena keadaan telah memaksa mereka untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri, tanpa kehadiran anak dan cucu. Namun tidak semua penghuni panti merasakan hal serupa.

Di bangsal Cenderawasih, seorang kakek bernama Saminan sedang berbaring santai di tempat tidurnya. Sesekali mata kakek berusia 72 tahun itu menatap layar televisi yang ada di sampingnya, sambil bercerita mengenai kisahnya.

"Saya dibawa oleh petugas Dinas Sosial, karena waktu itu saya ketiduran di emperan sebuah toko di Jatinegara," kata Saminan.

Saminan yang sudah dua bulan menjadi salah satu penghuni panti sosial ini, merasa betah dan senang tinggal di panti.

"Saya biasanya harus cari makan dengan jual barang loakan, sekarang saya ada yang mengurus dan memberi makan," kata Saminan.

Tinggal bersama banyak teman yang senasib dengannya, membuat Lebaran Saminan kali ini tidak terasa sepi.

"Saya kan tidak punya keluarga, yah sekarang di sini saya punya keluarga," kata Saminan.

Berbeda dengan Saminan yang tidak memiliki keluarga, seorang nenek bernama Mariam mengaku bahagia karena dapat menjalani masa tua bersama sang suami di panti sosial.

"Tuh suami saya ada di depan bersama saudara-saudara yang lain asal Kebumen. Semua merayakan Lebaran di rumah saya ini. Kalau saya di sini harus jaga pasien," kata Mariam dengan suara lirih setengah berbisik, sambil menunjuk beberapa nenek renta yang tengah tidur di dalam bangsal Melati.

Bangsal Melati adalah ruang besar yang ditempati oleh 19 nenek-nenek renta, termasuk Mariam.

"Mbah Mariam itu sudah pikun, kami menemukan dia di jalanan," ujar salah satu Petugas Sosial PSTW Budi Mulia 4, Winarni. Winarni memperkirakan, bahwa Mariam mungkin meninggalkan rumahnya dan karena sudah pikun, dia lupa arah jalan pulang.

"Dia selalu berpikir kalau dirinya itu adalah seorang perawat," kata Winarni sambil melihat ke arah Mariam yang sedang duduk di kursi yang terletak di teras bangsal Melati.


Redaktur: Mukafi Niam
Sumber  : Antara


Terkait