Nasional

LD PBNU-Kemenag Susun Panduan Nasional Penerapan Ekoteologi di Masjid

Jumat, 13 Juni 2025 | 23:04 WIB

LD PBNU-Kemenag Susun Panduan Nasional Penerapan Ekoteologi di Masjid

Pembukaan FGD penyusunan buku panduan nasional untuk penerapan ekoteologi di masjid di Bogor, Jumat (13/6/2025). (Foto: Istimewa)

Bogor, NU Online
Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bekerja sama dengan Kementerian Agama menyusun buku panduan nasional untuk penerapan ekoteologi di masjid. Penyusunan dilakukan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Pembinaan Dakwah Ekologis Masjid” di Bogor, Jumat (13/6/2025).


Panduan ini disiapkan sebagai acuan bagi pengurus masjid dalam menerapkan prinsip-prinsip kesalehan ekologis yang berakar dari ajaran Islam. Sebanyak 60 peserta dari unsur LD PBNU, pengurus masjid Jabodetabek, tokoh agama, akademisi, peneliti, dan tim perumus buku dilibatkan dalam proses penyusunan.


Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menegaskan bahwa buku panduan ini menjadi langkah awal untuk mendorong masjid hadir sebagai motor dakwah lingkungan berbasis nilai-nilai keislaman. Menurutnya, penerapan ekoteologi bukan hanya sebatas menanam pohon di halaman masjid.


“Ekoteologi adalah kesadaran spiritual yang mewujud dalam tindakan nyata. Salah satunya, mengelola sampah organik menjadi produk ramah lingkungan seperti ekoenzim. Ini sudah mulai dilakukan oleh para penyuluh agama di berbagai daerah,” ujarnya.


Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lanjut Abu, memiliki kerangka nilai yang menempatkan alam sebagai bagian integral dari ibadah. Alam bukan hanya objek eksploitasi, tetapi sahabat hidup yang harus dijaga demi keberlanjutan peradaban.


“Tugas kita adalah menjaga keseimbangan. Alam boleh dimanfaatkan untuk kemaslahatan, tetapi tidak boleh dirusak. Prinsip ini harus diterjemahkan dalam praktik keagamaan, termasuk di masjid,” tegasnya.


Ketua LD PBNU, KH Abdullah Syamsul Arifin, menyatakan bahwa masjid memiliki potensi besar sebagai pusat dakwah kesalehan ekologis. Ia menjelaskan bahwa kesalehan umat bukan hanya bersifat spiritual dan sosial, tetapi juga mencakup kesalehan terhadap lingkungan.


“Empat bentuk kesalehan spiritual, individu, sosial, dan natural, harus dibina secara seimbang. Masjid sangat strategis untuk itu, karena pesan keagamaan yang disampaikan khatib sangat efektif membentuk kesadaran kolektif,” ungkapnya.


Menurutnya, diperlukan panduan yang kontekstual dan aplikatif agar para khatib, takmir, dan jemaah memiliki pegangan dalam mengintegrasikan nilai-nilai ekologis ke dalam aktivitas masjid.


Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Arsad Hidayat, menambahkan bahwa persoalan lingkungan hari ini telah menyentuh seluruh aspek kehidupan: dari kesehatan, pangan, hingga spiritualitas. Karena itu, pendekatan religius menjadi salah satu kunci solusi.


“Krisis iklim, kekeringan, dan kerusakan lingkungan adalah realitas yang tidak bisa diabaikan. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi. Maka, pelestarian lingkungan bukan sekadar kampanye, tapi bagian dari amanah keimanan,” ucap Arsad.


Menurut Arsad, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki tanggung jawab moral untuk tampil sebagai pelopor dalam gerakan pelestarian lingkungan berbasis agama.


Kegiatan penyusunan buku ini juga merupakan bagian dari implementasi Asta Protas Menteri Agama, khususnya terkait penguatan ekoteologi dalam tata kelola kemasjidan.


“Penyusunan panduan ini adalah upaya konkret agar kebijakan tidak berhenti di atas kertas, tetapi membumi dan dapat dijalankan oleh pengurus masjid di lapangan,” jelasnya.


Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan LD PBNU karena para dai dan penyuluhnya memiliki akses langsung ke masyarakat serta memahami kondisi umat secara lebih mendalam.


“Dengan pendekatan partisipatif seperti ini, kita bisa menghasilkan modul yang kontekstual, mudah dipahami, dan aplikatif. Harapannya, gerakan masjid ramah lingkungan bisa meluas secara organik dari bawah,” tuturnya.


Selain itu, lanjutnya, struktur buku panduan, materi khutbah bertema lingkungan, praktik pengelolaan air dan sampah, hingga desain arsitektur masjid yang efisien energi juga dibahas dalam kegiatan ini.


“Penyusunan buku ini diharapkan rampung dalam beberapa bulan ke depan dan akan didistribusikan ke masjid-masjid melalui jejaring penyuluh agama dan ormas keagamaan. Langkah ini menjadi bagian dari transformasi peran masjid, dari sekadar tempat ibadah menuju pusat perubahan sosial yang berpihak pada keberlanjutan bumi,” tandasnya.