Nasional

Lakpesdam NU "Menggugat" Empat Pilar Kebangsaan

Rabu, 31 Juli 2013 | 20:00 WIB

Jakarta, NU Online 
Sejak 2009 lalu, empat pilar kebangsaan getol disosialisasikan MPR RI. Akademisi, politikus, dan jurnalis pun turut mendiskusikan konsep tersebut agar rakyat memahami sokoguru bangsa di kepulauan Nusantara ini. 
<>
Namun nyatanya, selain apresiasi, rumusan ini menuai gugatan serius, baik dari tokoh masyarakat maupun akademisi, terutama mengenai posisi Pancasila sebagai salah-satu dari empat pilar yang dimaksud; selain UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. 

Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) akan membongkar perihal itu dalam diskusi publik bersama K.H. Said Aqil Siroj (Ketua Umum PBNU), K.H. Masdar F. Mas’udi (Rais Syuriah PBNU) Prof. Dr. Sudjito, SH., M.Si (Ketua Pusat Studi Pancasila UGM), Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA (Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI), Lukman Hakim Saifuddin., MA (Wakil Ketua MPR RI) 

Kegiatan tersebut akan digelar di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya 164 Jakarta Pusat Jumat, 2 Agustus 2013, pukul 15.00 – 18.30 WIB dengan diakhiri buka puasa bersama.

Direktur PP Lakpesdam NU Muhammad Hasyim mengatakan, gugatan-gugatan yang ada dengan argumentasi, bahwa Pancasila adalah dasar dari nilai-nilai bangsa Indonesia, dan tidak bisa disejajarkan dengan NKRI, UUD dan Bhinneka Tunggal Ika seperti yang termaktub dalam Pilar Kebangsaan. 

“Ada yang kemudian mengusulkan Sumpah Pemuda 1928 saja yang masuk dalam formasi empat pilar itu,” katanya kepada NU Online, Rabu (31/7).

Kata dia, tentu gugatan sah-sah saja dilakukan. Tak bisa dibantah bahwa Pancasila seperti dikatakan Soekarno sebagai philosofische grondslag atau fundamental, filsafat, pikiran, jiwa, identitas dan roh Indonesia merdeka yang kekal abadi. Melalui nilai-nilai Pancasila lahir masyarakat Indonesia yang kokoh dan harmonis. Untuk melahirkan ideologi Pancasila para pendiri bangsa ini harus berijtihad serius.

Namun, tambah dia, gugatan ini layak diapresiasi, karena secara tidak langsung membuat perbincangan mengenai pilar-pilar bangsa Indonesia ini menjadi hidup. Manfaatnya adalah pemahaman akan pilar-pilar itu menjadi lebih dalam, bukan hanya hafal dalam kata seperti sejarah P4, tetapi meresap dalam pikiran, dan mencipta dalam kehidupan sehari-hari. 

“Ini penting di tengah kondisi negara ini yang berulangkali mengalami gesekan-gesekan sosial yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,” tambahnya.


Penulis: Abdullah Alawi 


Terkait