Nasional

KPBA NU Kudus Prihatinkan Keringnya Sumber Mata air Pegunungan Muria

Senin, 10 September 2012 | 12:45 WIB

Kudus, NU Online
Musim kemarau panjang sekarang ini, telah mengakibatkan terjadinya kekeringan di berbagai tempat. Informasi yang diperoleh NU Online, sejumlah sumber mata air di kawasan pegunungan Muria Kudus  mengalami kekeringan atau penyusutan air  hampi r 25 persen.  <>

Melihat kondisi demikian, Korp Peduli Bencana Alam Nahdlatul Ulama (KPBA NU) kabupaten Kudus menyatakan keprihatinannya. Dalam release-nya, KPBA menilai kekeringan sumber mata air pegunungan itu disebabkan hutan di kawasan tersebut  mengalami kerusakan parah akibat ulah manusia. 

“Pasca reformasi, telah terjadi  ekploitasi kayu hutan besar-besaran hingga sampai saat ini belum bisa pulih, akibatnya air tidak bisa meresap dan menjadi cadangan air di tanah.”kata wakil sekretaris KPBANU Kudus Saiful Anas, Senin (10/9)

Disamping itu, ujar anas, adanya eksploitasi besar-besaran pada mata air gunung muria yang  dimanfaatkan hanya untuk kepentingan bisnis individu masyarakat maupun para pebisnis air mineral.

“Ditambah lagi, banyaknya keinginan investor mendirikan tempat wisata atau villa di lereng Muria akan memperparah kerusakan daerah resapan air. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan kawasan Muria,” tandasnya.

Menyikapi hal itu, mantan ketua PC IPNU Kudus ini mendesak pemerintah kabupaten menertibkan pengusaha air tersebut dengan restribusi khusus yang dialokasikan untuk perawatan hutan dan lainnya.

“Beberapa perusahaan maupun  komunitas sosial masyarakat sebenarnya sudah seringkali mengadakan reboisasi di lereng muria namun hasilnya pun tidak maksimal.” ungkap Anas.

Pemerintah, pengusaha, masyarakat dan komunitas pecinta alam, tandas dia, hendaknya duduk dalam satu meja untuk segera membahas bahaya tersebut. 

“Paling tidak hal itu bisa menjadi solusi awal untuk mengobati muria yang sedang terluka. Jika kemudian muria berduka dan murka maka pastinya bencana lebih parah akan menimpa daerah-daerah di sekitar Muria,” tegas Anas lagi

Pernyataan senada juga disampaikan aktifis lingkungan dari Pondok pesantren Darul Falah Jekulo Muhammad Alamul Yakin. Ia mengatakan selain sebagai siklus 12 tahunan namun secara khusus  kawasan muria masih banyak lahan kritis yang tdk dapat berfungsi sebagai daerah tangkapan air.

“Belum lagi, adanya komersialisasi air gunung yang berlebihan. Alangkah baiknya jika ada aturannya setingkat perda misalnya sehingga tidak muncul eksploitasi semacam itu.”Ujar Gus Alamul kepada NU Online singkat. 


Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: Qomarul Adib


Terkait