Nasional

Konflik Palestina Tak Cuma Libatkan Islam-Yahudi

Selasa, 27 Januari 2015 | 01:01 WIB

Bandung, NU Online
Konflik yang terjadi di Timur Tengah, khususnya Palestina, bukan hanya menyangkut agama Islam, tetapi juga melibatkan agama Kristen, bahkan Komunis. Masyarakat Indonesia perlu melihat gejolak tersebut melulu seolah-olah antara Islam dan Yahudi.
<>
Kasubdit Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Denny Lesmana menyampaikan hal itu dalam seminar nasional bertajuk “Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Timur Tengah” yang digelar Pengurus Besar Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Putri atau Kopri bekerja sama dengan Kemenlu dan Universitas Islam Nusantara (Uninus).

“Saat masyarakat menyoroti konflik di Palestina, banyak yang berbondong-bondong melakukan aksi, karena selama ini perhatian masyarakat kuat, sebagai wujud solidaritas sesama muslim. Akan tetapi, isu krisis Ukraini-Rusia yang telah menewaskan ribuan orang, masyarakat Indonesia yang demo mengecam bisa dihitung dengan jari,” katanya di kampus Uninus, Kota Bandung, Jawa Barat, Ahad siang (25/1).

Ia menjelaskan wilayah Timur Tengah selalu menjadi perhatian khusus bagi siapapun. Wilayah tersebut sering diidentikkan dengan agama Islam, sehingga perkembangan isu-isu di Timur Tengah selalu menjadi perhatian oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.

Lebih lanjut, Denny mengungkapkan Indonesia mendukung proses perdamaian yang ada di Timur Tengah, termasuk terciptanya kehidupan yang makmur di sana. Soal kemakmuran ekonomi, Indonesia menjalin mitra ekonomi dengan negara-negara di Timur Tengah. Indonesia, imbuhnya, mendukung pula Kemerdekaan Palestina. Indonesia termasuk negara ketiga yang mengakui kemerdekaan Palestina setelah Kuwait dan Aljazair.

Sementara itu, Nurrahman Guru Besar Tata Negara Uninus memaparkan, konflik di Timur Tengah, lebih khususnya Palestina dan Israel, merupakan konflik yang paling sulit diselesaikan di dunia. Ia memandang, konflik Israel-Palestina mengandung berbagai macam dimensi,  mulai dari dimensi agama, politik, ekonomi, budaya, kolonialisme, hingga dimensi hubungan Islam dan dunia Barat.

Di tengah gejolak demokrasi politik di Timur Tengah yang sulit ditangani itu, Nurrahman mengutip kata Gus Dur, andai kata bisa Indonesia berani menunjukkan pada Dunia, bahwa Islam dan demokrasi di Indonesia dapat berjalan beriringan dan saling menguatkan.

Pada kesempatan lainnya, Ai Rahmayanti ketua Kopri PB PMII menyoroti soal perempuan dan anak asal Indonesia di Timur Tengah. Ia menilai, terkadang kebijakan politik luar negeri pemerintah Indonesia belum tepat. Ia mencontohkan tentang kasus hukum pancung yang dilakukan kerajaan Arab atas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang gagal menemui rekonsiliasi. Padahal, menurut Ai, Indonesia mempunyai banyak ulama (ahli fikih, red) tidak mampu mengadakan kebijakan politik luar negeri.

“Kalau kita berkaca di zaman kepresidenan Gus Dur, kekuatan diplomasi bisa menjadi solusi ketika ada TKI yang kabur dari Malaysia.  Pada saat itu Gus Dur bukan sebagai presiden, dan itu berhasil. Yang harus dilakukan pemerintah Indonesia adalah bagaimana politik luar negeri Indonesia dapat melindungi segenap warga negaranya,” tegasnya. (Muhammad Zidni Nafi’/Mahbib)


Terkait