Nasional

KH Mustofa Aqil: Wafatnya Gus Dur Tanda Pengetahuan Berkembang

Selasa, 8 Januari 2019 | 14:30 WIB

KH Mustofa Aqil: Wafatnya Gus Dur Tanda Pengetahuan Berkembang

KH Abdurrahman Wahid (Dok. istimewa)

Bekasi, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mustofa Aqil Siroj menjelaskan alasan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur cepat wafat. Padahal, kontribusi dan perannya masih sangat dibutuhkan bangsa ini.

“(Gus Dur) sama dengan Al-Qur’an yang komplit dan perlu dijelaskan lebih lanjut,” katanya saat memberikan mauidzah hasanah dalam Peringatan Haul ke-9 Gus Dur, di Pesantren Motivasi Indonesia, Kampung Cinyosog, Desa Burangkeng, Setu, Kabupaten Bekasi, pada Senin (7/1) malam.

Kiai Mustofa kemudian memberikan contoh, dalam Al-Qur’an, misalnya, perintah shalat hanya aqimush-sholah. Tidak ada penjelasan soal rakaat dan nama-nama salat.

“Begitu pula zakat yang hanya waatuzzakah. Tidak ada itu penjelasan mengenai jumlah zakat emas, zakat mal, dan lain sebagainya. Haji pun demikian. Tidak dijelaskan wukuf jam berapa dan tawaf berapa kali,” katanya.

Kenapa tidak komplit dan tidak rinci? “Sebab kalau rinci dan semuanya diterangkan berarti ilmu mati atau tidak berkembang. Maka tidak ada yang melakukan ijtihad,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon ini.

Karena Al-Qur’an tidak jelas itulah, maka membutuhkan penjelasan. Nabi Muhammad yang kemudian menjelaskan isi kandungan kitab suci tersebut secara terperinci.

“Allah memerintahkan Nabi, wahai Muhammad jelaskan Al-Qur’an. Nabi Muhammad posisinya untuk menjelaskan Al-Qur’an, tapi beliau sendiri terbatas usia. Sementara persoalan masih dan terus berkembang,” jelas Kiai Mustofa.

Jadi, lanjutnya, ketidaklengkapan solusi permasalahan di dalam Al-Qur’an untuk menghidupkan ilmu.

“Karena kalau dijelaskan semua, ilmu bakal mati. Demikian pula Gus Dur,” terang Ketua Umum PB Majelis Dzikir Hubbul Wathon ini.

Menurutnya jika Gus Dur masih hidup, maka persoalan tidak akan berkembang. Namun dengan Gus Dur wafat, membuat banyak orang memahaminya dari berbagai sudut pandang.

Ada orang memahami Gus Dur dari segi politiknya, ada juga dari segi humornya, dari segi ngajinya, dan dari segi kesederhanaan hidupnya.

“Ini semua, persoalan-persoalan yang banyak itu dijadikan satu figur, yaitu Gus Dur sebagai guru bangsa. (Dan) ternyata yang lebih dipentingkan oleh Gus Dur bukan apa-apa tetapi kemanusiaan,” pungkas Kiai Mustofa. (Aru Elgete/Fathoni)


Terkait