Jakarta, NU Online
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat 2022–2025 Ubaidillah Sadewa mengungkapkan bahwa kemajuan teknologi dalam hal kecerdasan buatan (AI) sudah sangat cepat. Meski begitu, regulasi penggunaannya belum diatur dan masih dibahas dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dalam bidang jurnalistik.
"Negara kita termasuk yang tertinggal dalam konteks itu. Kami secara kelembagaan di Revisi Undang-Undang Penyiaran sudah memasukkan kemajuan teknologi," katanya saat ditemui NU Online dalam acara Harlah Ke-15 LPBI PBNU di lantai 8 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Salemba, Jakarta Pusat pada Senin (28/4/2025).
Baca Juga
NU dan Tantangan Abad Kecerdasan Buatan
Dalam RUU Penyiaran, katanya, memasukkan AI dalam regulasi tersebut menjadikan RUU Penyiaran tidak hanya berbasis frekuensi tetapi juga berbasis teknologi seperti negara lain.
"Pertama terkait AI atau kecerdasan buatan itu sampai sekarang memang belum ada regulasinya, terkait Revisi UU Penyiaran didraft yang sedang dibahas dipanja (Panitia kerja) RUU Penyiaran salah satunya adalah bagaimana memasukan AI dalam bagian di RUU Penyiaran," katanya.
Kepentingan memasukan AI dalam RUU Penyiaran, lanjutnya, merupakan bagian daripada usaha pembaharuan untuk mengejar ketertinggalan.
"Karena penting bagi kami kalau teknologi sudah masuk tapi regulasi masih yang lama, akhirnya kami secara kewenangan pun tidak bisa menjangkau ke sana. Sedangkan dampak dari teknologi sudah dirasakan oleh masyarakat, baik dampak yang baik maupun dampak yang buruk," ujarnya.
Terkait dampak penggunaan AI, kata Ubaidillah, jika negara tak kunjung meregulasi AI, maka akan terjadi kerugian dari segi ekonomi negara maupun penyelamatan seluruh warga negara dari dampak-dampak negatif AI.
"Kita bisa mengikuti perkembangan teknologi dan teknologi yang sudah ada ini terutama sudah digunakan dibanyak platform," katanya.
"Tentunya kami berharap semua kemajuan teknologi yang ada di Indonesia ini benar-benar membawa dampak yang positif bagi kemajuan masyarakat terutama bagi generasi muda kita sehingga sebagai negara menuju Indonesia Emas 2045," tambahnya.
Terbaru, Komisi I DPR RI telah menggelar RDP dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan sejumlah lembaga penyiaran publik dengan mengusulkan RUU penyiaran memasukkan aturan mengenai AI dan tetap mengedepankan kebebasan pers pada Selasa, (11/3/2025).
Sebagai informasi, RUU Penyiaran sudah sempat bergulir di DPR RI periode 2019-2024, meski tak berakhir pada pengesahan. Draf RUU tersebut bahkan sempat ramai diperbincangkan pada awal 2024. Sebab, keberadaannya dianggap bisa mengancam kebebasan pers. Salah satu yang menuai sorotan tajam adalah pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.