Jakarta, NU Online
Mulai tahun 2018 organisasi ekstra mahasiswa (ormawa) kembali diperbolehkan melakukan aktivitas di dalam kampus atau perguruan tinggi. Hal itu berdasarkan keputusan Peraturan Menristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa.
Dalam keterangannya, Menristekdikti Mohamad Nasir menegaskan bahwa pembinaan ideologi bangsa untuk kalangan mahasiswa di dalam kampus merupakan langkah penting mengingat radikalisme dan intoleransi makin menguat.
Nasir berkata peraturan baru tersebut tidak sekadar melegalkan organ ekstra mahasiswa beraktivitas di internal kampus untuk menjaga dan menyebarkan ideologi bangsa, tetapi juga untuk menghalau radikalisme.
"Ini upaya pemerintah menekan paham-paham intoleran dan radikal di kampus," kata Nasir di Jakarta, Senin (29/10) dikutip NU Online dari Antara, Jumat (2/11).
Permenristekdikti tersebut di antaranya menetapkan bahwa Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) atau organ ekstra mahasiswa antara lain Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), hingga Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) diperbolehkan masuk kampus.
Pembinaan ideologi bangsa yang dimaksud menurut keterangan Nasir akan diwujudkan dalam bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB). Anggotaya terdiri dari perwakilan seluruh OKP atau organisasi ekstra kampus yang berada di perguruan tinggi masing-masing di bawah pengawasan rektor.
“Sekarang yang terjadi, OKP dinilai liar di dalam kampus. Dianggap outsider. Padahal mereka justru ingin mengembangkan demokrasi dengan baik,” terang Nasir.
Namun, Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) itu menegaskan, jangan sampai UKM ini jadi provokator, tapi harus menjadi mediator, semua dikendalikan oleh rektor.
Sebelumnya, dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor 26/DIKTI/KEP/2002, pemerintah melarang segala bentuk organisasi ekstra kampus di perguruan tinggi sebagai kelanjutan dari normalisasi kehidupan kampus (NKK).
Namun menurut Nasir, peraturan tersebut malah menyuburkan berkembangnya ideologi radikalisme dan intoleransi di lingkungan kampus.
Karena itu, Nasir menganggap penting untuk menggandeng kembali seluruh OKP yang sebelumnya sempat ‘terbuang’ agar menguatkan ideologi kebangsaan di tengah-tengah mahasiswa.
“Jadi, silakan mahasiswa melakukan kaderisasi, yang penting tidak ada radikalisme. Dan paling penting lagi ideologi bangsa harus dominan,” tandas Nasir. (Fathoni)