Jakarta, NU Online
Prabowo dan Jokowi akhirnya bertemu setelah kompetisi Pilpres berakhir. Kontestasi yang cukup sengit dan panas membuat pertemuan tersebut sangat dinanti oleh masyarakat secara umum.
Tentu saja pertemuan yang dinilai unik karena dilakukan di Moda Raya Terpadu (MRT) pada Sabtu (13/7) pagi pukul 10.00 WIB itu menuai tanggapan positif. Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) M Kholid Syeirazi menanggapi bahwa hal tersebut sangat baik guna menurunkan tensi yang begitu tinggi saat dan setelah Pilpres berlangsung.
“Bagus, untuk menurunkan tensi dan mempercepat rekonsiliasi di tingkat elit dan grassroot,” katanya kepada NU Online pada Sabtu (13/7) sore.
Namun, meskipun demikian, masih ada saja kelompok yang tidak menghendaki adanya pertemuan tersebut. Mereka justru mengutarakan kekecewaannya pada sosok yang telah mereka pilih itu. Menurut Kholid, orang-orang yang demikian bukan pendukung Prabowo, melainkan hanya memanfaatkannya saja.
“Berarti selama ini sebenarnya mereka bukan pendukung Prabowo, hanya jadikan Prabowo sebagai alat untuk melawan Jokowi,” katanya.
Pemerintah dan masyarakat harus melakukan pendekatan pada kelompok-kelompok tersebut. “Untuk pengasong khilafah, perlu gabungan tindakan persuasi dan represi. Yang gak punya motif ideologis untuk mengganti Pancasila, biarin aja nyinyir, ntar capek-capek sendiri,” katanya.
Lebih Baik Oposisi
Prabowo dalam pernyataannya mengungkapkan kesiapannya membantu Jokowi yang terpilih kembali sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 2019-2024. Melihat isyarat koalisi yang disampaikan Prabowo, Kholid menyatakan lebih baik Prabowo dan koalisi pendukungnya untuk tetap berada di pihak oposisi.
“Lebih baik Gerindra dan partai-partai dalam koalisi 02 di luar pemerintahan sebagai penyeimbang, oposisi loyal,” katanya.
Pasalnya, ia mengungkapkan bahwa dalam sistem demokrasi harus ada yang tampil mengkritisi setiap kebijakan penguasa. “Haruslah, mekanisme checks and balances mengharuskan penyeimbang kritis di luar kekuasaan,” pungkasnya.
Hal serupa disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Masduki Baidowi mengungkapkan bahwa politik begitu dinamis sehingga akan terus terjadi perkembangan baru ke depannya.
“Tetap saja catatan saya, demokrasi tetap harus jalan. Harus tetap ada yang beroposisi. Balance harus tetap jalan. Jangan sampai pemerintahan berjalan tidak ada yang beroposisi,” kataya.
Menurutnya, oposisi yang kuat nan kritis dapat turut serta membangun sistem yang adil dan kesejahteraan bagi masyarakat. “Bahwa demokrasi ke depan itu penting untuk oposisi yang kuat, yang kritis, karena sebagaimana kita ketahui yang terpenting bukan prosedral politiknya yang sudah selesai, tapi bagaimana membangun sistem masyarakat adil dan sistem ekonomi menyejahterakan masyarakat itu bisa terjadi karena oposisi yang kritis,” pungkasnya. (Syakir NF/Abdullah Alawi)