Nasional

Inspirasi dari Amerika Latin untuk Urutsewu

Rabu, 26 Maret 2014 | 14:01 WIB

Salah satu acara dalam malam penggalangan dana Aliansi Solidaritas Budaya untuk Masyarakat Urutsewu di Malioboro tanggal 23 Maret 2014 yang lalu adalah pembacaan cerpen bertajuk Lima Perempuan Perkasa karya pengarang Uruguay, Eduardo Galeano.
<>
Galeano adalah salah seorang pengarang Amerika Latin yang menulis bukan hanya mengenai Uruguay, tetapi juga tentang Bolivia dan Guatemala. Salah satu karya fenomenalnya adalah Open Veins of Latin America: Five Centuries of the Pillage of a Continent yang berisi tentang eksploitasi dan penjarahan di Amerika Latin selama lima abad oleh concuestador kulit putih. Buku ini menjadi salah satu simbol perlawanan masyarakat Amerika Latin terhadap kapitalis kulit putih yang mengekstraksi dan menjarah kekayaan Amerika Latin.

Cerpen Lima Perempuan perkasa bercerita tentang lima orang perempuan Bolivia yang gagah berani. Gerakan ini diawali dari sebuah area pertambangan timah di Catavi, dan kemudian meluas ke berbagai daerah lainnya. Kelima orang perempuan itu mengawalinya dengan mogok makan. Karena kondisi perekonomian Bolivia dan buruh pertambangan yang buruk, seiring waktu gerakan itu membesar, hingga pada akhirnya berhasil menjatuhkan rejim diktator militer.

Menurut Halim HD, networker kebudayaan dari Solo yang menerjemahkan cerpen Lima Perempuan Perkasa, ia menerjemahkan cerpen ini dalam rangka mencoba memahami ruang sejarah sosial yang lain yang bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja, khususnya dalam dunia sastra.

Lebih jauh, Halim melihat kondisi yang mirip antara Amerika Latin dan Nusantara dalam konteks kolonialisasi, termasuk di dalamnya kolonialisasi melalui industri ekstraktif pertambangan seperti investasi pasir besi di Urutsewu, Kebumen, “kita tahu Amerika Latin, seperti halnya Nusantara, mengalami kolonialisasi selama 4-5 abad. Dan perlu kita sadari bahwa sampai sekarang kolonialisasi masih terjadi melalui investasi perusahaan dan ilmu-ilmu sosial,” tambah Halim HD.  

Amanatia Junda, pegiat Gerakan Literasi Indonesia, salah satu organ dalam Aliansi, pada malam itu membacakan cerpen Lima Perempuan Perkasa dengan diiringi oleh lima orang peraga gerak. Menurut Junda, pembacaan cerpen Lima Perempuan Perkasa karya Galeano sangat relevan dalam konteks pembangungan kesadaran massa untuk melawan penindasan sebuah rezim diktator.

Menurutnya cerpen ini sangat eksplisit memaknai kelaparan yang diderita rakyat, “sebagai bagian dari acara malam penggalangan dana untuk Urutsewu, cerpen Galeano ini semakin menegaskan posisi politik para seniman yang akan mengadakan Arak-Arakan Budaya di Urutsewu,” kata Junda.

Seperti yang dituturkan Junda, konsep pembacaan cerpen ini mengombinasikan aksi teaterikal, puncaknya adalah para warga yang sekarat karena kelaparan ikut berdemo. Mereka menjadi simbol perlawanan terhadap rasa takut, meski tubuh mereka ringkih dan berkalang tanah, mereka akhirnya berani bergabung dengan lima perempuan pendemo.

Sementara di Urutsewu, Seniman, salah seorang tokoh Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) menyampaikan bahwa pemagaran oleh TNI AD terus berlangsung di atas tanah petani yang sebagian besar merupakan  warga Nahdliyin, seperti misalnya yang terus berlangsung di Desa Tlogopragoto. Pada 2008 yang lalu, Kodam IV Diponegoro mengeluarkan persetujuan pemanfaatan tanah warga yang diklaim milik TNI AD untuk penambangan pasir besi oleh PT Mitra Niagatama Cemerlang. Dan pada akhir 2013, TNI AD mulai memagar tanah-tanah petani di Pesisir Urutsewu. (Bosman Batubara/Abdullah Alawi)


Terkait