Nasional

Ini Cara Menciptakan Generasi Pahlawan

Sabtu, 10 November 2018 | 03:15 WIB

Ini Cara Menciptakan Generasi Pahlawan

Fariz Alniezar (Foto: Facebook)

Jakarta, NU Online
Dosen muda Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta Fariz Alniezar menegaskan bahwa pemenuhan infrastruktur kebudayaan merupakan syarat penting untuk menciptakan generasi pahlawan. Sebab generasi-generasi inilah yang bakal memajukan bangsa dan negara berdasarkan prinsip nasionalisme.

“Indonesia punya kesempatan dan momentum besar untuk memproduksi pahlawan-pahlawan di masa yang akan datang. Tentu dengan syarat bahwa iklim dan infrastuktur kebudayaannya mendukung proses terciptanya generasi pahlawan,” ujar Fariz kepada NU Online, Sabtu (10/11).

Infrastruktur Kebudayaan yang dimaksud menurut Fariz, misalnya antara lain berupa iklim pendidikan yang menumbuhkan rasa percaya diri, sosial kemasyarakatan yang memdorong nalar kreatif dan tanggung jawab sosial, serta politik yang sehat dan konstruktif.

Dalam memaknai momen 10 November, penulis buku Muslim Pentol Korek ini mengemukakan bahwa pahlawan adalah mereka yang mampu bertahan dengan cara-cara kreatif dalam keterbatasan dan serba kekurangan. Mereka yang tetap waras dalam keadaan yang memancingnya untuk berbuat tidak sportif semacam korupsi, kolusi, dan juga nepotisme.

“Pahlawan adalah orang yang tidak hanya mampu menolong dirinya sendiri. Lebih dari itu juga mampu menolong bangsa dan negaranya. Ia meleburkan eksistensinya ke dalam cita-cita yang lebih besar yang didasari dengan semangat nasionalisme,” urainya.

Namun dalam pandangannya, zaman telah berganti. Definisi-definisi juga semakin hari mengalami pergeseran-pergeseran makna. Jika dulu perjuangan pahlawan adalah konkret dengan musuh yang konkret pula, maka perjuangan 'pahlawan' hari ini adalah perjuangan abstrak dengan musuh yang abstrak pula.

Keabstrakan perjuangan itu lahir dari rahim peradaban bangsa Indonesia sendiri yang sampai hari ini belum mampu merumuskan common enemy atau musuh bersama.

“Siapa musuh sejati kita, bagaimana cara mengidentifikasinya, skala pemetaannya seperti apa serta metode pemecahannya bagaimana,” tandas kandidat doktor UGM Yogyakarta ini. (Fathoni)


Terkait