Nasional

Gus Dur Tetap Bersemayam di Hati

Senin, 6 Agustus 2012 | 07:02 WIB

Jakarta, NU Online 
Setelah tiga tahun wafat, sosok Ketua Umum PBNU 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid  atau lebih akrab disapa Gus Dur, masih tetap hidup, bersemayam di hati banyak orang, beragam kalangan dan latar belakang. 
<>
“Gus Dur begitu dahsyat ketika hidup. Dan betapa banyak orang yang sulit sekali melupakannya setelah ia wafat,” ungkap KH Husein Muhammad pada pertemuan Gusdurian di kantor Wahid Institute, Jumat (3/8), menggambarkan sosok Presiden RI keempat tersebut. 

Hal itu bisa ditunjukkan, setidaknya dalam liputan harian Kompas, Sabtu, (4/8). Dalam liputan itu dikatakan, “Meski Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009, tapi sosoknya terus menarik simpati. Setiap hari ribuan dari beragam latar belakang menziarahi makamnya.”

Dalam liputan itu juga, Shalahuddin Wahid, adik Gus Dur menyatakan, pada hari biasa, peziarah bisa mencapai 2.000 orang per hari. Jumlah itu melonjak hingga puluhan ribu orang pada hari libur dan menjelang Ramadhan. Tahun 2011, peziarah diperkirakan mencapai satu juta orang.

Kalangan lain mengagumi Gus Dur dengan cara lain. Mereka menamakan diri Gusdurian. Hingga kini, kelompok tersebut menurut Koordinator Gusdurian Alissa Wahid sudah tumbuh di 30 kota. Mereka menyelenggarakan pertemuan-pertemuan yang cair dan membahas apa saja, sesuai dengan kebutahan daerahnya.

Kemudian, sambung puteri sulung Gus Dur ini, setelah didirikan Pojok Gus Dur di lantai dasar gedung PBNU, Jakarta, kini diikuti beberapa perguruan tinggi. Di antaranya UIN Malang dan Universitas Indonesia. Pojok-pojok itu menyimpan karya-karya Gus Dur dan tulisan orang tentangnya.

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Imdadun Rahmat, setidaknya ada tiga sebab kenapa  Gus Dur tetap hidup di hati banyak orang. Pertama, Gus Dur adalah orang yang memberikan inspirasi, memberikan harapan, memberikan contoh dan teladan. “Kedua, ini menunjukkan bahwa visi, gagasan dan pemikiran Gus Dur itu masih relevan hingga saat ini, sehingga ide-idenya terus didiskusikan, diupayakan untuk hidup terus-menerus.

Dan yang ketiga, sambung Imdad, ini juga bisa dimaknai bahwa yang hidup masih belum ada yang bisa menggantikan posisi Gus Dur telah pergi. 

“Jadi, kita perlu juga mengupayakan sosok pemimpin yang seperti Gus Dur sehingga orang tidak hanya rindu kepadanya.” 

Sementara menurut Kompas, hal itu disebabkan, cucu Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan putra KH Wahid hasyim tersebut, sangat terbuka. 

Gus Dur adalah sosok yang menghormati kebebasan beragama dan hak asasi manusia. Ia tidak hanya bicara, tetapi juga bertindak. Ia berani ”pasang badan” untuk melindungi kelompok minoritas yang ditindas.


Redaktur : Mukafi Niam
Penulis    : Abdullah Alawi




Terkait