Nasional

Gerakan Anti-Diskriminasi Sebut Kebijakan FDS Resahkan Guru

Senin, 21 Agustus 2017 | 02:01 WIB

Gerakan Anti-Diskriminasi Sebut Kebijakan FDS Resahkan Guru

Sekjen Gandi Ahmad Ari Masyhuri.

Jakarta, NU Online
Kontroversi kebijakan Lima Hari Sekolah yang dikeluarkan Mendikbud Muhadjir Effendy menunjukkan bahwa kebijakan Five/Full Day(s) School (FDS) tidak dasarkan pada grand design pendidikan yang baik dan kokoh.

Sama halnya dengan kontroversi kebijakan yang ditandatangani menteri-menteri sebelumnya tentang ujian nasional, kurikulum, dan sebagainya. Kondisi ini mengabsahkan pandangan sinis masyarakat selama ini, yaitu ganti menteri, ganti kebijakan.

Hal ini dikemukakan oleh Sekretaris Jenderal Gerakan Anti-Diskriminasi (Gandi) Ahmad Ari Masyhuri lewat rilis yang diterima NU Online, Senin (21/8).

“Kebijakan-kebijakan ini bukan hanya meresahkan masyarakat, tapi juga meresahkan para guru itu sendiri. Kalau hal ini terus-menerus terjadi, sebenarnya mau dibawah ke mana masa depan pendidikan nasional ini?” tanya Ari yang juga Dosen Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Banten ini.

Mestinya, lanjut Ari, kebijakan tentang pendidikan ini harus dikaji secara komprehensif dan ditempuh melalui langkah-langkah yang sistematis, baik dari aspek substansi maupun aspek prosedur pengeluaran kebijakannya.

Dari aspek susbtansi, tentu pemerintah telah memiliki bank data persoalan dan desain besar pendidikan nasional. Dari aspek prosedur, tentu pemerintah telah memiliki Rencana Strategis Jangka Panjang dan Menengah, serta peta jalan kebijakan pendidikan nasional.

“Jadi, jangan tiba-tiba muncul sebuah kebijakan yang turun dari langit, yang tidak ada dalam bank data persoalan dan peta jalan kebijakan yang ada. Apalagi tidak ada kajian akademis yang bersumber dari data empiris, serta masukan dari para pemangku kepentingan yang ada dan sosialisasi yang serius kepada masyarakat,” papar Ari.

Oleh karena itu, menurut Ari, rencana Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Presiden tentang Pendidikan Penguatan Karakter sebagai pengganti Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 harus dipersiapkan secara komprehensif dan sistematis.

“Jangan sampai Perpres yang akan dikeluarkan hanya menambah kebisingan publik yang tidak penting,” tandas Ari. (Red: Fathoni)


Terkait