Jember, NU Online
Untuk menjadi organisasi modern, NU tidak perlu mengacu pada referensi ilmu Barat, namun cukup mengambil makna filosofi shalat berjamaah. Sebab, dalam shalat berjamaah terdapat filosofi manajemen organisasi modern.
<>
“NU, untuk menjadi organisasi yang hebat, tidak usah jauh-jauh referensinya, cukup mengambil makna filosofi shalat,” ujar Ketua PCNU Jember KH. Abdullah Syamsul Arifin dalam sebuah acara konsolidasi NU di Bangsalsari, Senin (15/9).
Menurut Gus A’ab, sapaan akrabnya, ada empat pokok dalam filosofi shalat jamaah yang perlu menjadi acuan manajemen NU. Yaitu, pertama adanya kesamaan niat. Dalam NU, katanya, semua pengurus dan anggota harus mempunyai niat yang sama, yakni untuk menegakkan Islam ala Ahlissunnah wal Jamaah. “Kesamaan niat itulah yang menjadi perekat kita sehingga kita tetap kokoh,” tuturnya.
Kedua, lanjut Gus A’ab, adanya imam. Demikian juga dalam organisasi NU, harus ada pemimpin, yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahra dan sebagainya. Tanpa imam, shalat berjamaah tidak bisa dilaksanakan. “Untuk menjadi imam, kan tidak gampang, ada syarat-syaratnya. Demikian juga pemimpin NU, ada syarat dan tanggung jawabnya,” jelasnya.
Adapun yang ketiga, yaitu adanya aturan shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah, ada aturan dan tata caranya sehingga berjalan tertib dan sah. Bahkan, ketika imam keliru ada mekanisme untuk memperingatkannya, tanpa harus merusak jalannya shalat berjamaah. “Dalam NU ada AD/ART-nya, ada peraturan organisasi dan sebagainya,” ungkapnya.
Sedangkan yang keempat adalah adanya jamaah. Shalat berjamaah memang harus punya makmum. Semakin banyak makmunya, semakin baik. Demikian juga organsiasi, harus punya massa. “Jam’iyah harus punya jamaah. Kalau tidak punya jamaah, bukan jam’iyah namanya,” ulas Gus A’ab. (Aryudi A. Razaq/Mahbib)