Nasional

Bangsa Kita Seperti Kehilangan Nalar Publik untuk Hidup Bersama

Jumat, 11 November 2016 | 05:01 WIB

Bangsa Kita Seperti Kehilangan Nalar Publik untuk Hidup Bersama

Direktur Eksekutif LKSB, Abdul Ghopur.

Jakarta, NU Online
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB) Abdul Ghopur mengatakan, sebagai sebuah bangsa besar yang majemuk dan telah berdiri 70 tahun, kita seperti kehilangan nalar publik untuk hidup bersama, berjuang bersama atas dasar semangat kesatuan dan persatuan nasional.

Hal itu ia sampaikan dalam diskusi bertajuk Membangkitkan Spirit Kepahlawanan, Kamis (10/11) di Gedung PBNU Jakarta bersama Wasekjen Perhimpunan Indonesia dan Tionghoa (INTI) Ulung Rusman, Ketua Gerakan Kebangkitan Nusantara Moses Latui Hamallo, dan anak-anak muda lintas iman dan etnis.

Menurut Ghopur, semua persoalan yang terjadi sesungguhnya sinyal lemahnya ketahanan dan kedaulatan bangsa. Selain itu pula, banyak variabel yang memengaruhi lemahnya ketahanan dan kedaulatan bangsa. Variabel tersebut antara lain: marjinalisasi di bidang ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya. 

“Pada gilirannya, beramai-ramai masyarakat menghimpun diri dalam suatu paguyuban atau kelompok-kelompok kedaerahan atau bahkan keagamaan. Hal ini diyakini bersumber dari ketidakadilan sosial, budaya, ekonomi, politik dan hukum,” jelas intelektual muda NU ini.

Di dalam ketiadaan keadilan, lanjutnya, keamanan dan perlindungan hukum bagi individu untuk mengembangkan dirinya, orang lebih nyaman berlindung di balik  warga-tribus (tribalisme, premanisme, koncoisme dan sektarianisme) ketimbang warga-negara. 

Persoalan ekonomi-politik yang bersumber dari manajemen negara yang korup menyisakan kelangkaan dan ketimpangan alokasi sumberdaya di rumah tangga kebangsaan. 

“Jika aparatur negara hanya sibuk mengamankan kekuasaan dan dapurnya sendiri, maka individu akan segera berpaling ke sumber-sumber tribus sebagai upaya menemukan rasa aman,” terang Ghopur.

Di sini, tandasnya, persoalan ekonomi-politik yang objektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitias yang subjektif. Inilah problem Indonesia sesungguhnya, tak lain adalah keberlangsungan manajemen negara pasca-kolonial yang tak mampu menegakkan kedaulatan hukum, memberikan keamanan dan keadilan bagi warganya. (Fathoni)


Terkait