Jakarta, NU Online
Mustasyar PBNU KH Hafidz Usman yang meninggal Senin (20/10) pagi di Bandung dimakamkan di makam keluarga di Menes, Banten. Jenazah tiba di masjid yang terletak tidak jauh dari rumah singgah keluarga Menes pada sekitar pukul 00.10 dini hari dan langsung disambut ratusan jamaah yang memenuhi masjid.<>
Shalat jenazah dipimpin oleh Rais Syuriyah PWNU Banten, KH Tubagus Abdul Hakim. Sambutan atas nama keluarga disampaikan oleh KH Suhri Usman, adik dari almarhum.
Atas permintaan keluarga, jenazah almarhum dimakamkan di pemakaman keluarga Menes Banten, tepatnya di makam keluarga dari istri Kiai Hafidz yang juga saudara dari istri KH Ma’ani Rusydi.
Sejumlah pengurus NU hadir mengikuti pemakaman mewakili PBNU, antara lain Katib Syuriyah KH Mujib Qulyubi, Pengurus Lembaga Bahtsul Masail PBNU H Sarmidi Husna dan H Mahbub Ma’afi Ramdlan, Ketua Lembaga Wakaf PBNU H Mardini. Terlihat juga mantan politisi PPP Endin Sofihara, dan mantan Ketua PBNU Andi Jamaro.
Menurut Mahbub Ma’afi, Kiai Hafidz meniggal sehari setelah pulang dari haji. Ia datang ke kediamannya di Bandung pada Ahad (19/10). Keesokan harinya Kiai Hafidz tiba-tiba dikabarkan meninggal, tanpa didahului sakit sedikitpun.
“Jadi beliau berangkat haji itu seolah-olah berpamitan. Apalagi tahun ini bertepatan dengan haji akbar. Bahkan sebelum berangkat haji pun beliau belum sempat pulang ke rumah sehabis berkeliling Sumatera dan Sulawesi dalam rangka menjalankan tugas BWI (Badan Wakaf Indonesia),” kata Mahbub.
Pengurus Lembaga Bahtsul Masai PBNU itu menceritakan pengalamannya bersama KH Hafidz Usman terutama saat mendampingi almarhum dalam menyelesaiakan pembukuan hasil bahtsul masail NU sejak Muktamar pertama NU tahun 1926.
“Beliau memimpin tim menyocokkan referensi dari semua keputusan bahtsul masail. Kalau ada kitab yang menjadi referensi tidak ada di PBNU, beliau pesen itu kitab ke Mesir. Beliau salah satu Kiai NU yang ensikopedis, tahu banyak hal. Beliau mempunyai semua kitab yang menjadi rujukan bahtsul masail NU,” katanya.
Sebagai kiai senior, KH Hafidz Usman cukup menghargai pendapat kiai-kiai muda di lingkungan lembaga bahtsul masail. “Beliau tidak pernah marah. Kalau kami membantah atau mendebat beliau, secara etika kan tidak bener, tapi beliau tidak marah,” katanya.
KH Hafidz Usman meninggal pada usia 74 tahun. Aktivitasnya di NU dimulai sejak usia muda, sampai menjadi ketua PWNU Jawa Barat. Di PBNU, Jakarta, pertama-tama Kiai Hafidz diminta oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk menjadi salah satu Ketua PBNU. Pada periode berikutnya ia mendapatkan amanah sebagai Rais Syuriyah PBNU. (A. Khoirul Anam)