Nasional

Bagi Seorang Sufi, Harta Bukan Segala-galanya

Ahad, 15 April 2018 | 02:30 WIB

Tangerang Selatan, NU Online
Dalam diskusi rutin yang diselenggarakan oleh Islam Nusantara Center (INC), Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (14/4) Mukti Ali memaparkan bahwa sufi tidak seperti yang dituduhkan, mereka juga melakukan kegiatan perekonomian seperti berdagang dan melakukan usaha untuk meningkatkan perekonomiannya. 

Ia juga menjelaskan bahwa kenyataannya para sufi besar adalah para pedagang, seperti Fariduddin Al Attar yang memiliki toko yang di dalamnya menjual berbagai rempah-rempah, minyak wangi dan dupa. 

Selain itu Mansyur Al Hallaj yang merupakan seorang sufi, ia juga seorang pengusaha besar yang melakukan ekspor impor antar negara. Dari Bagdad ia mengekspor bulu-bulu domba ke Cina, dari Cina ia mengimpor tinta dan kertas untuk didatangkan ke Bagdad. 

Mengutip dari salah satu master mursyid thariqah yang dikenal dengan Asy-Syadzili, Mukti menuturan, 'Orang yang tidak mau bekerja janganlah sampai kepada kami, orang yang tidak mempunyai kebaikan sama sekali untuk dunia, dapat dipastikan bahwa ia tidak mempunyai kebaikan bagi akhiratnya'

Ia juga menambahkan pendapat Sufyan ats-Tsauri bahwasannya seseorang yang berilmu dan tidak memiliki penghidupan, tentu saja ia akan berpotensi menjadi wakil bagi kedzaliman dan kesewenang-wenangan, seseorang yang rajin beribadah jika tidak memiliki penghidupan dapat dipastikan ia akan makan dengan agamanya, dan orang yang bodoh yang tidak memiliki penghidupan maka ia akan berpotensi menjadi duta besar bagi kefasikan.

“Menjual agama adalah hal yang dikritik habis oleh para sufi, faktor tersebut biasanya terjadi karena faktor politik dan faktor-faktor yang lain,” ungkapnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, para sufisme menganjurkan pada seseorang untuk memilki suatu usaha, agar seseorang memilki penghasilan. 

“Sufisme bukanlah seseorang yang fatalistik, ia juga memiliki kepedulian  terhadap kehidupan duniawi,” lanjutnya. (Nuri Farikhatin/Muiz)


Terkait