Semarang, NU Online
Ulama merupakan pewaris para nabi. Namun di Indonesia, penghinaan kepada ulama yang terjadi di media sosial terbilang parah. Terlebih ujaran kebencian yang dialamatkan pada kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Terbaru, Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang, KH Hanief Ismail menjadi sasaran ujaran kebencian.
Atas adanya ujaran kebencian kepada Kiai Hanief tersebut, Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Semarang, Jawa Tengah memberikan tanggapan melalui siaran persnya di gedung Majlis Taklim PCNU Kota Semarang, Jalan Puspogiwang I / 47, Semarang Barat, Kota Semarang.
Menurut Ketua PC GP Ansor Kota Semarang, Syaiful Bahri, pihak-pihak yang tak bertanggung jawab tersebut sebenarnya orang yang tidak paham Islam.
"Mereka yang mengolok-olok Kiai Hanief itu orang yang tidak paham Islam," kata Syaiful, Kamis (14/2) malam. Kalau yang bersangkutan paham, tentu akan tahu diri, dan bisa menjaga marwah kiai, lanjutnya.
Pria yang merupakan alumnus Mranggen Demak ini menegaskan, ulama atau para kiai yang dalam wawasan keilmuannya merupakan sosok pilihan, tidak semua orang bisa mencapai tataran tersebut.
"Kiai atau ulama itu memiliki keistimewaan tersendiri. Dari sisi keilmuan jelas runut sanadnya dan luas pemahamannya. Selain itu, tirakat dan sifat tawadhunya luar biasa. Tak sembarang orang bisa menjadi seperti ini. Apalagi kiai thariqah seperti Kiai Hanief," ujar pria yang pernah nyantri di Pesantren Al-Muayyad Solo tersebut.
Rahul, sapaan akrab Syaiful Bahri, menambahkan, beredarnya ujaran kebencian yang ada di media sosial terbilang keji dan jauh dari nurani manusia yang berakal sehat.
"Ujaran kebencian ini tindakan yang keji, tidak manusiawi. Orang yang berakal sehat dan memiliki nurani pasti tidak akan melakukan hal demikian," tegasnya.
Atas adanya kasus ujaran kebencian yang dialamatkan pada KH Hanief Ismail, pihaknya sudah mengambil tindakan melalui Tim Ansor Cyber Kota Semarang.
"Kami selalu memantau pergerakan yang ada di media sosial," ujar Ketua Ansor Cyber Kota Semarang, Dimas Bagus Pamungkas, Tim tersebut masih terus mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus ujaran kebencian yang dialamatkan pada Kiai Hanief untuk bisa ditindaklanjuti sebagaimana mestinya, lanjutnya.
Kasus ujaran kebencian yang ada ini merupakan buntut dari adanya kekhawatiran Kiai Hanief akan adanya politisasi Masjid Agung Semarang (MAS) atau Masjid Besar Semarang (MBS) atau dikenal juga Masjid Kauman Semarang. Sebagaimana beredarnya surat instruksi dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kota Semarang untuk mengikuti shalat Jumat bersama Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subiyanto di MAS.
Selain surat instruksi yang ditujukan untuk seluruh pengurus DPC Gerindra, calon legislatif, kader, dan simpatisan, beredar pula edaran yang disebar di berbagai media sosial. Hal ini yang menjadikan keberatan Takmir Masjid yang disampaikan dalam siaran pers semalam.
Masjid Besar Semarang merupakan masjid bersejarah di Kota Semarang dan selalu ramai oleh jamaah. Karena itu, tidak membutuhkan adanya instruksi untuk mengisi shaf (barisan shalat) Jumat. "Masjid Kauman itu setiap Jumat shafnya penuh. Jadi tidak perlu menggunakan surat instruksi untuk mengisi shaf hanya karena adanya Capres," tukas Dimas. (Rifqi Hidayat/Ibnu Nawawi)