Nasional

Ansor Desak Pemerintah Usut Tuntas Terorisme dan Radikalisme

Sabtu, 19 Mei 2018 | 00:00 WIB

Ansor Desak Pemerintah Usut Tuntas Terorisme dan Radikalisme

Gerakan Pemuda Ansor

Jakarta, NU Online
Maraknya kasus terorisme yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia, terutama dia Surabaya, Sidoarjo, dan Riau, membuat Gerakan Pemuda (GP) Ansor mendesak pemerintah untuk segera melakukan langkah pencegahan bahaya terorisme yang kian masif belakangan ini, di samping tindakan tegas penegakan hukum.

Komandan Densus 99 Barisan Ansor Serbaguna (Banser) PP GP Ansor, M Nuruzzaman mengatakan, jika aksi terorisme masih terjadi sehingga pemerintah perlu secepatnya merespon dengan melakukan sejumlah langkah antisipatif.

Dia menambahkan, pemerintah bersama elemen masyarakat harus membersihkan visual intoleransi di masyarakat.

"Intoleransi adalah bibit dari radikalisme dan terorisme. Maka dari itu harus dikikis habis. Teroris yang ditangkap di Riau mengaku memperoleh dana dari pegawai BUMN. Ini kan miris," jelasnya, Kamis (17/5).

Dia juga menambahkan, yang perlu diwaspadai adalah banyaknya birokrat atau Aparatur Sipil Negara (ASN) telah terpapar dengan paham dan ideologi intoleran dan radikal.

"Para ASN bisa kita amati di media sosial, banyak yang tidak percaya terhadap aksi teroris di beberapa tempat belakangan ini," jelasnya.

Nuruzzaman pun mengatakan bahwa dengan menyebutkan mayoritas masjid di instansi pemerintah menjadi ladang menyemai paham intoleran, dan juga cenderung berpikiran radikal, sebagaimana dikutip dari laman tribunnews.com.

"Berdasarkan data pemetaan kami, masjid di kementerian keuangan, BI, Pertamina, PLN, Telkom, sudah terpapar. Masjid di kampus IPB, ITB, UI, dan lainnya. Termasuk juga masjid di kepolisian. Bahkan, banyak anggota polisi yang sudah tertarik dengan ideologi Islam transnasional itu," katanya.

Selain itu, Nuruzzaman juga mengungkapkan, pemerintah juga harus melakukan mitigasi dengan cara mendorong pengesahan revisi UU Antiterorisme dan melakukan pemetaan potensi terorisme dan radikalisme di Indonesia.

Pemetaan dilakukan berdasarkan wilayah, tokoh, dan potensi kekerasan di daerah. Langkah ketiga, melakukan deradikalisasi bagi pelaku dan keluarga pelaku.

"Langkah ini kita sebut sebagai post radikalisme. Bagaimana membimbing pelaku atau keluarga pelaku agar kembali ke kehidupan yang benar," pungkasnya. (Red: Muiz)


Terkait