Jakarta, NU Online
Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid berharap kegaduhan yang ditimbulkan oleh elit-elit politik di parlemen dapat segera berakhir.<>
“Kita berharap munculnya sikap kenegarawanan dari elit-elit politik sehingga drama pengesahan UU Pilkada oleh DPRD, kericuhan dalam pemilihan pimpinan DPR dan lainnya tidak terjadi lagi dipanggung politik bangsa ini,“ katanya dalam pembukaan konferensi besar ke-19 di Jakarta.
Demokrasi di Indonesia, yang memegang budaya Timur, seharusnya berjalan dengan santun dan kerendahhatian. Demokrasi tidak seharusnya menjadi alat untuk balas dendam.
“Kita sudah memiliki pengalaman panjang terhadap relasi eksekutif-legislatif dan sampai pada kesimpulan bahwa executive heavy atau legislative heavy sama-sama tidak baik bagi bangsa.“
Demokrasi, kata mantan ketua umum PB PMII ini, mensyaratkan adanya keseimbangan huubungan antar pilar-pilar demokrasi. “Tidak boleh ada tirani oleh salah satu pilar atas pilar demokrasi lainnya karena tirani akan menjadi bencana bangsa ini.“
Tirani legislatif akan berujung pada pemanfaatan DPR sebagai “the site of power struggle“ bagi segala kepentingan partai politik. Loyalitas anggota kepada pimpinan partai politik menjadi jauh lebih tinggi ketimbang loyalitas kepada konstituen.
Nusron yang merupakan anggota DPR RI dari partai Golkar ini merujuk pesan iklan tentang perilaku anggota parlemen yang berbunyi “Sudah duduk lupa berdiri, sesudah duduk lupa akan janji-janji.
Legislative heavy juga mengakibatkan hampir tidak adanya kebijakan eksekutif yang tidak dapat diintervensi oleh legislatif. Untuk menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara, hanya satu yang boleh memiliki kekuasaan dan kedaulatan penuh di negeri ini, yaitu rakyat.
“Sebagai elemen masyarakat sipil, Gerakan Pemuda Ansor berkomitmen untuk menjamin agar demokrasi berjalan dalam jalur yang benar, agar institusi demokrasi menjadi alat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Masa depan bangsa Indonesia terlalu berharga untuk kita pertaruhkan,“ tegasnya. (mukafi niam)