Alumni PMII: Penggabungan Bappenas dan Kemenkeu Rawan Penyimpangan
Kamis, 4 September 2014 | 11:01 WIB
Jakarta, NU Online
Usulan tentang penggabungan antara Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dinilai kurang tepat. Sebab, langkah tersebut dianggap berakibat pada rawan penyimpangan.
<>
Alfariany Fatimah, alumni PMII Universitas Indonesia (UI) yang sedang menyelesaikan masternya di Australian National University (ANU), menyampaikan pandangan ini terkait usulan tersebut oleh PKB kepada presiden terpilih Joko Widodo.
Menurut Fatimah, penggabungan itu bermanfaat mengurangi koordinasi karena menyatukan fungsi perencanaan (planning) dan pengaggaran (budgeting) yang selama ini terpisah antara Bappenas dan Kemenkeu, tapi rawan penyimpangan karena nanti penentuan program dan anggaran disusun oleh satu lembaga.
"Di era Orde Baru, Bappenas sangat powerfull, karena memegang fungsi anggaran dan perencanaan sementara Kemenkeu hanya jadi kasirnya," papar Fatimah yang menamatkan sarjananya di Ilmu Ekonomi FEUI dalam siaran pers yang diterima NU Online, Rabu (3/9).
Fatimah menamabahkan bahwa sebenarnya kekhawatiran lemahnya koordinasi karena terpisahnya Bappenas dan Kemenkeu tidak perlu dikhawatirkan sejak UU 17/2003 tentang Keuangan Negara berlaku karena UU tersebut mengharuskan Bappenas mengadakan trilateral meeting dengan Kemenkeu dan Kementerian Teknis untuk membahas program pembangunan dan penganggarannya.
"Berbeda dengan era Orba dimana penyusunan program dan penganggarannya terpusat di Bappenas dan Kemenkeu dan Kementerian Teknis hanya ikut saja", urai Fatimah menutup pembicaraannya. (Red: Mahbib Khoiron)