Depok, NU Online
Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (UI) Abdul Mutaali mengatakan, dipilihnya tanggal empat November dalam penangakapan sebelas pangeran, empat menteri aktif, dan puluhan mantan menteri oleh lembaga anti-korupsi Arab Saudi, Nazaha, bukan tanpa alasan.
“Kenapa empat November? karena empat November Sabtu malam itu bersamaan ketika Iran sedang merayakan tiga puluh delapan tahun pengambil alihan Kedubes Amerika di Iran (Revolusi Islam Iran),” kata Mutaali di Universitas Indonesia Depok, Selasa (7/11).
Dengan melakukan penangkapan pada empat November, jelas Mutaali, Arab Saudi ingin mengambil alih perhatian dunia. Dalam hal ini, Arab Saudi berhasil karena media-media internasional lebih banyak memberitakan apa yang terjadi di Saudi daripada perayaan peringatan Revolusi Islam Iran.
“Berbicara Timur Tengah itu berbicara soal pengaruh. Siapa yang paling berpengaruh,” ucapnya.
Dari tahun ke tahun, Negara-negara Timur Tengah seakan berlomba untuk menjadi yang paling berpengaruh diantara yang lainnya. Tahun delapan puluhan ada perang Irak-Iran. Tahun sembilan puluhan ada perang Teluk. Saat ini, Timur Tengah bisa dikata yang berpengaruh itu ada tiga negara saja yaitu Iran dengan sekutunya, Arab Saudi dengan sekutunya, Qatar dan Turki.
Selain itu, pada tanggal empat November pula Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengundurkan diri. Mundurnya Hariri tentu menimbulkan disintegritas dan dan instabilitas di Lebanon.
“Yang menarik, setelah mundur Hariri berada di Riyadh,” ujarnya.
Menurut Mutaali, ini juga ada kaitannya dengan kehebohan yang terjadi di Arab Saudi. Dengan mundurnya Hariri yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Arab Saudi, Saudi ingin menunjukkan kepada Negara-negara Timur Tengah lainnya bahwa dia memiliki pengaruh yang besar terhadap negara tersebut.
“Dalam kondisi ini, tanpa Saudi di Lebanon coba lihat. Terjadi disintegritas dan instabilitas,” pungkasnya. (Muchlishon Rochmat)