Washington, NU Online
Mahkamah Agung Amerika Serikat memilih mendukung kebjakan Presiden Donald Trump yang melarang perjalanan dari lima negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, ketimbang mengabulkan gugatan atas kebijakan pemerintah setempat yang dinilai bias anti-Muslim.
"Kebijakan Trump berlaku untuk wisatawan dari lima negara dengan populasi Muslim yang sangat besar: Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman," kata kantor berita Amerika Serikat, AP.
Imbas dari dukungan tersebut juga menimpa dua negara non-Muslim, yakni menghalangi wisatawan dari Korea Utara serta beberapa pejabat pemerintah Venezuela dan keluarga mereka. Sebuah negara mayoritas Muslim keenam, Chad, telah dihapus dari daftar pada April setelah meningkatkan "praktik manajemen-identitas dan berbagi informasi," kata Trump dalam sebuah pernyataan.
Tak semua hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat sepakat dengan kebijakan Trump. Namun sembilan dari hakim yang memberikan suara pada Selasa (26/6), lima di antaranya mendukung kebijakan sang presiden sementara empat sisanya menolak.
Ketua MA Amerika Serikat John Roberts menjelaskan, mayoritas pendapat adalah milik lima hakim konservatif. Menurutnya, kebijakan pembatasan wisatawan merupakan kewenangan luas Presiden atas imigrasi dan tanggung jawabnya menjaga keamanan nasional.
Roberts juga menolak tudingan para penantang tentang keputusan bias anti-Muslim yang sebagian besar bertumpu pada tweet dan pernyataan Trump sendiri selama tiga tahun terakhir.
Meski demikian, Roberts juga mengakui bahwa Presiden sering menggunakan kekuatan pengadilan untuk berbicara tentang prinsip-prinsip kebebasan beragama dan toleransi yang menjadi landasan bangsa. Namun, kata Roberts, "Presiden dan Negara tidak selalu hidup dengan kata-kata inspiratif tersebut." (Red: Mahbib)