Jakarta, NU Online
Kondisi kehidupan dalam negeri Mesir, utamanya di ibu kota Kairo, kian memburuk setelah peristiwa kudeta militer dan oposisi terhadap Presiden Muhammad Mursi. Kondisi ini ditandai dengan kian banyaknya terjadi kekacauan dan bentrokan dalam demonstrasi pro-Mursi.<>
Situs BBC edisi bahasa Arab melansir (8/7), subuh pagi pihak militer menembaki kumpulan pro-Mursi yang sedang melakukan aksi damai di depan gedung pas-pampres. Situs lain melansir jika militer menembaki massa pro-Mursi yang tengah melakukan ibadah shalat subuh berjamaah.
15 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam peristiwa berdarah tersebut. Para korban yang jatuh segera dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan darurat.
Seorang saksi mata mengatakan, pihak militer membubarkan aksi damai sekitar pukul 04.00 atau saat waktu subuh. Militer juga menembaki massa dengan peluru tajam.
Juru Bicara Jemaat Ikhwanul Muslimin yang merupakan basis massa pro-Mursi, Musthafa al-Khatib, mengatakan bahwa pihaknya mengecam tindakan militer. Ia mengatakan jika dirinya melihat dengan mata kepalanya sendiri tujuh orang mati bergelimpang darah.
Militer Mesir dan oposisi mengumumkan pengambil alihan kekuasaan pada malam tanggal 3/7 lalu. Kudeta itu sendiri diumumkan oleh Kepala Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata Mesir Abdul Fattah al-Sisi. Ia kemudian menunjuk Adli Manshour, kepala Mahkamah Konstitusi, untuk menjadi pemimpin negara sementara.
Pihak internasional mengecam peristiwa kudeta di Mesir ini. Muhammad Mursi adalah presiden pertama Mesir yang terpilih dalam pemilu yang terbuka dan demokratis sejak republik itu berdiri tahun 1953 silam. Mursi adalah presiden sipil pertama yang terpilih secara demokratis dan konstitusional.
Jutaan massa turun di berbagai kota di Mesir untuk menyatakan dukungannya terhadap presiden Mursi yang dijungkalkan oleh kudeta itu.
Penulis: Ahmad Syifa