Internasional

Kisah Pilu TKW Cari Keadilan di Hong Kong (6)

Kamis, 9 Oktober 2014 | 16:59 WIB

Jakarta, NU Online
Berbalut jubah merah dan rambut palsu khas kolonial Inggris, hakim Peter Line meminta Suk Suk berdiri.
<>
“Tindakan yang memberatkan Anda adalah eksploitasi seksual atas seseorang dalam posisi tak berdaya,” kata Line di depan Suk Suk.

“Keburukan yang Anda lakukan terhadap korban akan tinggal bersama korban hingga akhir hayatnya,” imbuh Line. Ia menggarisbawahi Mary “telah menanti satu tahun sembilan bulan untuk persidangan ini. [Selama itu], ia tak boleh bekerja dan mesti hidup di bawah belas kasihan orang.” Demikian dilaporkan oleh Wall Street Journal.

Ia memvonis hukuman 7,5 tahun penjara atas Suk Suk.

Suk Suk kini mendekam di Penjara Shek Pik, Hong Kong. Pada 21 Mei, panel tiga juri dengan suara bulat menolak banding atas vonisnya. Ia memiliki pilihan banding final.

Sejak sidang berlalu, Mary berusaha mencari pekerjaan baru. Ia akhirnya menjadi asisten rumah tangga seorang perempuan lanjut usia. Rumahnya di dekat perbatasan dengan Cina. “Saya senang dengan pekerjaan baru saya, karena tidak ada satu pun lelaki,” paparnya.

Ia bersyukur karena keadilan ditegakkan. “Hakim telah menunaikan tugasnya,” kata Mary.

Bagaimanapun, ia berharap Hong Kong akan mengizinkan PRT tinggal terpisah dengan majikan. Cara itu, menurut Mary, dapat mengurangi pelecehan. Kebijakan itu juga bakal memudahkan rekan-rekannya tetap bisa bekerja, sambil menunggu kasus masing-masing terselesaikan.

Ia bermimpi dapat terus memberi penghidupan bagi anak-anaknya. Seorang di antaranya kini beranjak remaja. Impian itu mesti tertangguhkan, lantaran nyaris dua tahun ia tak berpenghasilan. Tiga tahun sudah ia tak bertemu mereka. Sedangkan suaminya bekerja sebagai pemahat kayu di bagian lain Pulau Jawa. Mau tak mau, anak-anak Mary hidup dari bantuan keluarga dan masjid terdekat. Mary berhubungan dengan keluarga hanya lewat SMS.

Mary membayangkan suatu hari nanti, kala ia sungguh-sungguh menanggalkan kehidupan sebagai PRT Hong Kong. Ia ingin sekali pulang kampung dan memulai bisnis bermodal tabungannya. Mary kini sudah menyelesaikan kelas akupunktur. Di kampungnya, katanya, belum ada ahli terapi akupunktur yang bagus. (mukafi niam)


Terkait