Daerah

UU 32/2004 Tak Ada Peluang Calon Independen Pilkada

Sabtu, 6 November 2004 | 06:03 WIB

Mataram, NU Online
Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Prof Dr Ramelan Surbakti mengatakan, UU No. 32/2004, tentang pemerintahan daerah tidak memberi peluang untuk munculnya calon perseorangan (independen) pada pemilihan kepala daerah (pilkada). "Namun disisi lain undang-undang tersebut mewajibkan semua partai politik untuk memberikan kesempatan bagi calon perseorangan, yang bentuknya nanti akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah (PP) yang sedang digodok di Departemen Dalam Negeri (Depdagri)," katanya kepada wartawan di Mataram, Jumat malam.

Dia menyatakan, tidak terlalu khawatir akan peluang masuknya calon perseorangan pada pilkada mendatang, meskipun ketentuan perundang-undangannya sedemikian rupa. Sebab dalam Pilkada nanti, peluang calon perseorangan tersebut tetap bisa, tergantung kepada "pasar", sebagaimana terjadi pada Pemilihan Presiden lalu.

<>

Ada tidaknya ketentuan yang memberi peluang kepada calon perseorangan dalam Pilkada mendatang, pengaturannya tidak tergantung dalam pasal-pasal. Sebab dalam mengatur itu ada dua cara, yakni dengan mengaturnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan juga "pasar". Artinya, tiap partai yang mengajukan calon, jelas menghendaki agar calonnya bisa menang. Kalau tokoh-tokoh yang dimilikinya diragukan bisa memenangkan pemilihan, tentunya partai kan akan mengajukan calon lain, diluar partai.

Hal itu sudah dilakukan partai peserta Pemilu dalam pemilihan presiden lalu, dimana masing-masing partai mengambil calon presiden dan pasangannya diluar partai, sehingga terpilih lima pasangan calon presiden. "Karena itu, saya tidak terlalu khawatir bahwa kesempatan calon perseorangan itu untuk tampil menjadi tertutup. Sebab mereka akan dicari-cari oleh partai itu, untuk bisa memenangkan pilkada," katanya.

Mengenai kemungkinan terjadinya putaran kedua dalam Pilkada, yang dimulai pada tahun 2005 mendatang, Ramelan Surbakti menyatakan, sangat tergantung kepada calon yang mengikutinya. Semakin banyak jumlah calon yang mengikuti pilkda, maka peluang untuk terjadinya pemilihan putaran kedua tersebut menjadi semakin besar. 

Demikian juga sebaliknya kalau misalnya, jumlah calon yang memenhi syaratnya hanya tiga, maka peluang dua putaran tersebut sangat kecil, karena yang penting bisa memperoleh suara terbanyak, minimal mencapai 25 persen. "Makin banyak calon dalam Pilkada tersebut, maka peluang terjadinya putaran kedua itu, tentu semakin besar. Dan undang-undang tentang Pilkada itu sengaja dirancang agar hanya satu putaran saja," katanya menegaskan.

Menjawab pertanyaan wartawan, Ramelan Surbakti mengatakan, menurut UU No. 32/2004, biaya pelaksanaan Pilkada itu bersumber dari APBN dan APBD, namun khusus untuk Pilkada yang berlangsung tahun 2005 mendatang, biayanya ditanggung sepenuhnya APBN. Berdasarkan prediksi anggaran yang dibutuhkan dalam Pilkada relatif sangat besar, dan masing-masing daerah tentunya bervariasi, tergantung kepada jumlah pemilihnya.

KPU dalam prediksinya untuk Jawa Timur, diperkirakan akan menghabiskan dana sekitar Rp160 miliar. Jumlah tersebut relatif cukup besar untuk ukuran keuangan daerah. Kalau untuk tingkat kabupaten atau kota dialokasikan dana sekitar Rp3 miliar rupiah, jumlah tersebut relatif  kecil. Sementara Pendapatan asli daerah (PAD) tersebut tidak sebesar itu. "Jadi masalah pembiayaan untuk suatu Pilkada membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Dan Pemerintah telah meminta kepada KPU rincian item-item yang diperlukan dalam penyelenggaraan Pilkada, dengan mengacu kepada pelaksanaan Pilpres lalu," demikian Ramelan Surbakti. (atr/cih)

 


Terkait