Daerah

Ulama NU di Wilayah Tapal Kuda Bentuk “Autada”

Sabtu, 3 September 2016 | 13:01 WIB

Jember, NU Online
Dalam rangka mengantisipasi merebaknya gerakan radikal, sejumlah ulama NU dan tokoh masyarakat dari wilayah tapal kuda menggelar pertemuan di Pondok Pesantren Nuris, Antirogo, Jember, Jawa Timur, Jumat (2/8). Wilayah tapal kuda yang dimaksud meliputi  Jember, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, Pasuruan dan Probolinggo. 

Mereka  sepakat membentuk  Asosiasi Ulama se-Wilayah Tapal Kuda, atau disingkat Autada.  Ketua Autada ini dipercayakan kepada KH. Syarkowi dari Kaliwates Jember. Menurut Wakil Bendahra Autada, Edy Prasetyo, pihaknya akan memantau terus pergerakan kelompok radikal untuk kemudian dicari antisipasinya. 

"Terus terang, sekarang ini oknum-oknum kelompok radikal sudah bergerilya ke sejumlah sekolah menawarkan bantuan ini itu dan sebagainya," tukasnya kepada NU Online.

Edy menambahkan, pergerakan kelompok radikal bukan cuma mengancam eksistensi kaum Ahlussunnah wal Jama'ah versi NU tapi juga berpotensi memecah belah kerukunan dan persatuan umat. 

Sebab, jika dibiarkan pasti akan terjadi  konflik horisontal. Ia lalu mencontohkan konflik di sejumlah negara Timur Tengah, yang awalnya adalah konflik antar aliran, dan kemudian berkembang  jadi perang saudara. Oleh karena itu, katanya, peran kelompok radikal itu wajib  disikapi dan diantisipasi. "Ini bukan cuma tugas Autada, tapi seleruh elemen masyarakat yang cinta perdamaian," jelasnya.

Dikatakan Edy, dewasa ini banyak aliran radikal yang berkedok pesantren dan lembaga pendidikan. Mereka tidak seperti pesantren pada umumnya yang sangat terbuka untuk diketahui siapapun. Mereka sangat  tertutup bagi orang luar, kecuali yang diyakini sebagai simpatisannya. 

Edy mengaku terus memantau perkembangan  aliran radikal di Jember yang mendirikan pesantren. Ternyata, lanjutnya, mereka juga melakukan rekruitmen anak-anak yang masih belia untuk dijadikan kader, dan penenempatannya dengan sistem silang. 

"Maksudnya, mereka yang direkrut di Jember, biasanya ditaruh di pesantren Salafi di Gresik atau di manapun yang jauh di Jember. Sebaliknya, mereka yang direkrut dari luar Jember, ditaruh di Jember. Tujuannya untuk memutus  hubungan dengan keluarganya. Sebab, kalau masih berhubungan, dikhawatirkan terpengaruh dengan keluarga dan lingkungannya, sehingga tidak Salafi lagi. Ini jelas pelanggaran  berat," ungkapnya. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)


Terkait