Daerah

Teliti Kepemimpinan Kiai, Aktivis Muda NU Raih Doktor

Rabu, 8 Juni 2016 | 10:00 WIB

Brebes, NU Online
Gaya kepemimpinan kiai di pondok pesantren menjadi objek penelitian aktivis muda NU asal Songgom Brebes Sari Hernawati untuk disertasi gelar doktornya. Dia meneliti para kiai yang mengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda Sirampog Brebes dan Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes.

“Alhamdulillah saya bisa mempertahankan disertasi gelar doktor dari Universitas Negeri Semarang (Unnes),” tutur Sari ketika berbincang di rumahnya di Desa Dukuhmaja RT 02/RW IV Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Rabu (8/6).

Dalam disertasinya, suami dari Ali Ansori Khamaluddin ini melihat gaya kepemimpinan seorang kiai di pondok pesantren tidak sama antara kiai satu dan lainnya. Hal ini dapat dimengerti bahwa gaya kepemimpinan kiai di pondok pesantren didukung oleh watak sosial dimana ia hidup.

“Konsep-konsep kepemimpinan Islam wilayatu al-amam dan ajaran sufi, juga mempengaruhi gaya kepemimpinan mereka,” kata Ibu dari Uzma Syarifatul Muna Salsabila dan AH Minerva Akram Ansori.

Para kiai antara lain menganut gaya kepemimpinan religio- paternalistic, yakni adanya suatu gaya interaksi kiai dengan para santri atau bawahan didasarkan atas nilai-nilai keagamaan yang disandarkan kepada gaya kepemimpinan Nabi Muhammad.

Putri pasangan HA Husni Tamrin dan Hj Umi Syarifah juga melihat kiai menganut gaya kepemimpinan paternalistic-otoriter, di mana pemimpin pasif. Kiai bertindak sebagai seorang bapak yang memberi kesempatan anak-anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter yaitu memberikan kata-kata final untuk memutuskan apakah karya para santri dapat diteruskan atau dihentikan.

Gaya kepemimpinan legal-formal, mekanisme kerja kepemimpinan ini adalah menggunakan fungsi kelembagaan, dalam hal ini masing-masing unsur berperan sesuai dengan bidangnya, dan secara keseluruhan bekerja mendukung keutuhan lembaga.

Gaya kepemipinan bercorak alami. Gaya kepemimpinan ini adalah pihak kiai tidak membuka ruang bagi pemikiran-pemikiran yang menyangkut penentuan kebijakan peantren, mengingat hal itu menjadi wewenangnya secara mutlak. Jika ada usualan-usulan pengembangan yang berasal dari luar yang berbeda sama sekali dari kebijakan kiai justru direspon secara negatif.

Kepemimpinan, menurutnya, di pesantren lebih menekankan pada proses bimbingan, pengarahan, dan kasih sayang. Gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pesantren bersifat kolektif atau kepemimpinan institusional.

Kiai sebagai pimpinan pesantren dalam membimbing para santri atau masyarakat sekitarnya memakai pendekatan situasional. Hal ini tampak dalam interaksi antara kiai dan santrinya dalam mendidik, mengajarkan kitab, dan memberikan nasihat, juga sebagai tempat konsultasi masalah, sehingga seorang kiai kadang berfungsi pula sebagai orang tua sekaligus guru yang bisa ditemui tanpa batas waktu. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kepemimpinan Kiai penuh tanggung jawab, penuh perhatian, penuh daya tarik, dan sangat berpengaruh. Dengan demikian perilaku kiai dapat diamati, dicontoh, dan dimaknai oleh para pengikutnya (secara langsung) dalam interaksi keseharian.

Kepemimpinan kiai pondok pesantren mengantarkan dosen Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Sari Hernawati meraih gelar doktor pada 23 Mei 2016. Dia berhak mendapat gelar untuk pencapaian pendidikan akademik tertinggi ini usai menyelesaikan ujian promosi terbuka, yang menghadirkan pakar dan guru besar.

Sari mendapat bimbingan dari Prof. Dr. Joko Widodo (promotor), Prof. Dr. Sugiyo (kopromotor) serta Prof. Dr. Fakhruddin (kopromotor). ”Penelitian ini saya rangkum dalam disertasi berjudul Model Kepemimpinan Kiai dalam Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan di Pesantren Salaf dan Modern. Peran ulama sentral dalam membentuk dan membekali peserta didik, terutama untuk ilmu agama dan pengetahuan umum,” terang Sari.

Model pendidikan pesantren juga memberikan tambahan kecakapan hidup. Yang mengesankan, pendidikan ponpes sedari dulu menekankan pembentukan karakter santri. Mereka misalnya, sejak awal telah diperkenalkan dengan hidup mandiri. Ini yang akhirnya menjadikan alumnus ponpes rata-rata bisa hidup mandiri. Mereka tergugah semangatnya untuk mempertahankan hidup dengan berwirausaha.

Kondisi ini bila diterapkan menyeluruh juga memungkinkan penciptaan lapangan kerja. Bekal keilmuan dari dalam ponpes sangat berguna saat terjun di masyarakat. ”Kiai mempunyai filosofis mendidik sebagai ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Ini menjadikan pula santri dibekali benteng keimanan. Hasilnya mereka sebenarnya juga lulus dengan pendidikan yang komplet,” imbuh Ketua I Pengurus Cabang Fatayat NU Kabupaten Brebes 2013– 2018

Riset yang dijalankannya selama beberapa waktu ini, dinyatakan diterima dalam ujian promosi terbuka. Sari sekaligus mendapat penilaian sangat memuaskan atas hasil disertasinya. (Wasdiun/Mahbib)


Terkait