Daerah

Sosok Hj Mundjidah Wahab Layak Jadi Teladan

Senin, 21 Januari 2019 | 14:30 WIB

Sosok Hj Mundjidah Wahab Layak Jadi Teladan

Hj Mundjidah Wahab, Bupati Jombang.

Jombang, NU Online
Ratusan peserta didik Madrasah Aliyah Unggulan KH Abd Wahab Hasbulloh atau MAUWH Tambakberas Jombang, Jawa Timur menggelar tasyakuran khatmil Quran seribu di halaman madrasah, Ahad (20/1). 

Selain jajaran dewan guru, turut hadir pada acara tersebut, Pembina MAUWH Tambakberas yang juga Bupati Jombang, Nyai Hj Mundjidah Wahab. 

Dalam pidato sambutan, Ustad Faizun selaku Kepala MAUWH banyak berkisah tentang ketokohan Nyai Hj Mundjidah Wahab yang juga pengasuh Pesantren Putri al-Lathifiyah II Bahrul Ulum Tambakberas tersebut. 

“Ibu Nyai Mundjidah adalah sosok luar biasa. Beliau adalah ibu kita, ibu nyai kita, pembina kita, bupati kita, dan teladan kita dalam semangat pengabdian,” tutur Faizun mengawali pidato. 

Bu Mun, sapaan akrab masyarakat Jombang untuk Hj Mundjidah Wahab, mengawali karirnya sebagai anggota dewan. “Beliau dilantik sebagai anggota dewan termuda di usianya yang ke-21, mewakili Fraksi Partai NU,” ungkap alumnus Pascasarjana Universitas Islam Malang (Unisma) ini. 

Bakat kepemimpinan itu, selain diperoleh melalui pengalaman berorganisasi, juga diwarisi dari ayahnya KH Abdul Wahab Chasbullah, pendiri NU, pahlawan nasional yang juga pencipta Mars Syubbanul Wathan yang kian digandrungi banyak kalangan.

Dalam pengamatan Ustad Faizun, ada banyak keteladanan yang bisa dipetik dari Bu Mun. “Tahun 1996, beliau ditinggal wafat sang suami, almaghfurlah KH Imam Asy’ari Muhsin. Otomatis, beliau pun memikul peran ganda, sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya, pengasuh pesantren tinggalan almarhum suaminya, dan juga sebagai anggota dewan,” tutur bapak lima anak ini. Semua itu dihadapi dengan tabah, kuat, dan penuh optimisme. 

Bu Mun bukanlah tipe orang yang haus jabatan. Tidak ada dalam kamus Bu Mun semboyan seperti dikumandangkan banyak kalangan bahwa tidak ada lawan abadi dalam politik, yang ada adalah kepentingan abadi. Semua aktivitas perjuangan semata diabdikan demi kepentingan agama, bangsa, dan negara. 

Saat sistem multi partai diberlakukan, Ketua Pimpinan Cabang Muslimat NU Jombang ini pernah ditawari berpindah partai yang menurut hitungan matematis lebih menjanjikan. “Tanpa diduga, Bu Mun menjawab bahwa tetap akan istikamah berada di PPP. Ibarat kapal, seandainya partai karam, biarlah saya karam bersamanya,” kenangnya.

Hal lain yang menarik dari seorang Bu Mun adalah sikap berserah diri dan keyakinannya (optimisme) yang kuat pada Allah Taala. “Meski menjabat sebagai orang nomor satu di Jombang, tetap istikamah melakukan riyadhah dan kiyamul lail. Tidur 3 jam sehari sudah lebih dari cukup,” jelasnya. Kebiasaan riyadhah ini, sebagaima jamak diketahui, adalah warisan KH Abdul Wahab Chasbullah yang memang dikenal kiai ahli wirid. Bu Mun sendiri sukses meniti karir politik tak lain sebab doa restu serta ijazah doa yang diberikan oleh sang abah, lanjutnya. 

Sebagai tokoh bersih dan berpengalaman, banyak pihak yang mendorong Bu Mun maju mencalonkan diri sebagai calon Bupati Jombang periode 2019-2023. Modal sosial yang dimiliki lebih dari cukup, namun tidak dengan modal finansial. Tak pelak, banyak pihak yang meragukan keputusan ini. Ditanya modal finansialnya dari mana, Bu Mun tegas menjawab, “Yo teko gusti Allah,” sergah Ustadz Faizun. 

Bukanlah hal ganjil jika Bu Mun memiliki optimisme yang demikian tinggi. Itu adalah buah dari optimisme yang diajarkan oleh abahnya melalui ungkapan, “lek iyo mosok kok oraho, lek ora mosok kok iyoho” (Jika ditakdir terjadi, pasti akan terjadi. Dan jika ditakdir tidak terjadi, maka tidak mungkin terjadi). 

Sejarah mencatat, saat Kiai Wahab hendak mempartaikan NU, banyak pihak yang ragu. Tapi, bukan Kiai Wahab namanya kalau tidak mampu meyakinkan orang-orang di sekelilingnya. 

Alhasil, NU pun menjadi partai besar. Mengikuti jejak abahnya, Bu Mun pun sukses memenangkan Pemilukada sehingga mengantarkannya sebagai orang nomor satu di Jombang. “Ibu Nyai Mundjidah adalah sosok terdepan dalam keteladanan,” kata Ustadz Faizun mengakhiri pidato. (Ibnu Nawawi)          


Terkait