Daerah

Santri Thailand Kagum dengan Kedamaian Indonesia

Ahad, 27 Mei 2018 | 06:00 WIB

Santri Thailand Kagum dengan Kedamaian Indonesia

Santri ngaji kitab kuning (foto: istimewa)

Jember, NU Online
Menjelang sore, sejumlah  santri asal Pattani, Thailand yang saat ini belajar di Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Antirogo, Jember, tampak bergegas keluar dari bilik kamar, menuju masjid  Baitunnur, yang terletak di sampingnya. 

Dengan menenteng sebuah kitab tipis mereka lalu berbaur dengan santri lain yang memadati masjid  tanpa pintu tersebut. Sejurus kemudian, mereka larut dalam pengajian kitab kuning ta’limun muta’allim  yang diasuh KH Muhyiddin Abdusshomad.

Pengajian kitab tersebut sebenarnya reguler dilaksanakan setiap malam di pesantren yang terletak di 6 kilometer ke arah timur laut kota Jember itu. Namun khusus bulan Ramadhan waktunya digeser ke waktu sore.

Jumlah santri asal Thailand di Nuris sebanyak 16 orang. Sepuluh laki-laki, sisanya perempuan, kesemuanya masih duduk Madrasah Aliyah Unggulan Nuris. Santri  laki-laki mengaji di Masjid Baitunnur, sedangkan santri perempuan pada saat yang sama juga mengaji kitab kuning di tempat lain yang khusus wanita.

Sekilas tidak ada keistimewaan dari santri-santri asal Thailand  itu kecuali kedisiplinan dalam belajar. Namun mereka punya semangat yang tinggi untuk menebar Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di negaranya kelak. 

“Kami akan memperjuangkan Islam yang damai, yang rahmalal lil ‘alamin di negara kami kelak,” tukas Tajree, salah seorang di antara mereka, kepada NU Online di Nuris, Sabtu (26/5).

Ia menyatakan kagum dengan Indonesia, sebab masyarakatnya sangat damai dan hidup rukun meski beda agama. Ia mengaku bersyukur bisa menginjakkan kaki di Indonesia, sebuah negara besar dengan sekian perbedaan agama dan suku serta budaya, namun bisa hidup berdampingan tanpa konflik yang berarti. 

“Tugas kami adalah mendakwahkan ini (Islam yang damai). Sebab, di banyak negara yang islamnya minoritas, Islam masih dianggap sebagai ancaman,” jelasnya dengan bahasa Indonesia (Aryudi Abdul Razaq/Muiz).


Terkait